Sampai
saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti meski telah banyak
penelitian oleh para ahli di dunia kesehatan. Namun demikian yang dapat
disimpulkan adalah bahwa pada penderita asma saluran pernapasannya memiliki
sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial
hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas) seperti polusi udara (asap,
debu, zat kimia), serbuk sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan
jiwa, bau/aroma menyengat (misalnya; parfum) dan olahraga
Patofisologi Asma Bronkial
Obstruksi saluran
napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema
dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi
karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa
diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu
fungsional (KRF) dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati
kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran
napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan
hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas. Gangguan yang berupa
obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume
Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi) sedangkan
penurunan KVP (Kapasitas Vital Paru) menggambarkan derajat hiperinflasi paru.
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih
dominan dibanding mengi.
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di
seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga
darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2
mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan
oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi
akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2
menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma
yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus
sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan
hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi
peningkatan produksi CO2. Peningkatan
produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus
menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis
respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan
asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan
shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang
akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran napas
pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut : 1). Gangguan ventilasi
berupa hipoventilasi. 2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi di mana
distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru. 3). Gangguan
difusi gas di tingkat alveoli. Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan :
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut.
No comments:
Post a Comment