Friday, January 2, 2015

Referat Obat Pelumpuh Otot (Bagian 1)

Obat Pelumpuh Otot
dr. Meika Jasmi, M.A.


2.1  Fisiologi Transmisi Saraf Otot
Daerah diantara motor neuron dan sel saraf disebut neuromuscular junction. Membran sel neuron dan serat  otot dipisahkan oleh sebuah celah (20nm) yang  disebut sebagai celah sinaps. Ketika potensial aksi mendepolarisasi terminal saraf, ion kalsium akan masuk melalui voltage-gated calcium channels menuju sitoplasma saraf, yang akhirnya vesikel penyimpanan menyatu dengan membran terminal dan mengeluarkan asetilkolin. Selanjutnya asetilkolin akan berdifusi melewati celah sinaps dan berikatan dengan reseptor nikotinik kolinergik pada daerah khusus di membran otot yaitu motor-end plate.3

Struktur reseptor asetilkolin bervariasi pada jaringan yang berbeda. Pada neuromuscular junction, reseptor ini terdiri dari 5 subunit protein, yaitu 2 subunit α, dan 1 subunit β, δ, dan ε. Hanya  kedua subunit α identik yang mampu untuk mengikat asetilkolin. Apabila kedua tempat pengikatan berikatan dengan asetilkolin, maka kanal ion di inti reseptor akan terbuka. Kanal tidak akan terbuka apabila asetilkolin hanya menduduki satu tempat. Ketika kanal terbuka, natrium dan kalsium akan masuk, sedangkan kalium akan keluar. Ketika cukup reseptor yang diduduki asetilkolin, potensial motor end plate akan cukup kuat untuk mendepolarisasi membran perijunctional yang kaya akan kanal natrium. Ketika  potensial aksi berjalan sepanjang membran otot, kanal natrium akan terbuka dan kalsium akan dikeluarkan dari retikulum sarkoplasma. Kalsium intraseluler ini akan memfasilitasi aktin dan myosin untuk berinteraksi yang membentuk kontraksi otot.3 

Kanal natrium memilikI dua pintu fungsional, yaitu pintu atas dan bawah. Natrium hanya akan bisa lewat apabila kedua pintu ini terbuka. Terbukanya pintu bawah tergantung waktu, sedangkan pintu atas tergantung tegangan.3 Asetilkolin cepat dihidrolisis oleh asetilkolinesterase  menjadi asetil dan kolin sehingga lorong tertutup kembali dan terjadilah repolarisasi.1


2.1  Farmakokinetik Pelumpuh Otot
Semua pelumpuh otot larut di air, relatif tidak larut di lemak, absorbsi kurang baik di usus dan onset akan melambat bila diadministrasikan intramuskular. Volume distribusi dan klirens dapat dipengaruhi oleh penyakit hati dan ginjal dan gangguan kardiovaskular. Pada penurunan cardiac output, distribusi obat akan melemah dan menurun, dengan perpanjangan paruh waktu, onset yang melambat dan efek yang menguat. Pada hipovolemia, volume distribusi menurun dan konsentrasi puncak meninggi dengan efek klinis yang lebih kuat. Pada pasien dengan edema, volume distribusi meningkat, konsentrasi di plasma menurun dengan efek klinis yang juga melemah. Banyak obat pelumpuh otot sangat tergantung dengan ekskresi ginjal untuk eliminasinya. Hanya suxamethonium, atracurium dan cisatracurium yang tidak tergantung dengan fungsi ginjal.4
Obat pelumpuh otot tidak dapat dengan mudah melewati sawar membran lipid seperti sawar darah otak, epitel tubulus renal, epitel gastrointestinal, atau plasenta. Oleh karena itu, obat pelumpuh otot tidak dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, reabsorpsinya di tubulus renal minimal, absorpsi oral yang tidak efektif dan pemberian pada ibu hamil yang tidak mempengaruhi fetus.5
Umur juga mempenagruhi farmakokinetik obat pelmpuh otot. Neonatus dan infant memiliki klirens plasma yang menurun sehingga eliminasi  dan paralisis akan memanjang. Sedangkan pada orang tua, dimana cairan tubuh sudah berkurang, terjadi perubahan volume distribusi dan klirens plasma. Biasanya ditemui sensitivitas yang meningkat dan efek yang memanjang. Fungsi ginjal yang menurun dan aliran darah renal yang menurun  menyebabkan klirens yang menurun dengan efek pelumpuh otot yang memanjang.4

2.2  Farmakodinamik Pelumpuh Otot
Obat pelumpuh otot tidak memiliki sifat anestesi maupun analgesik. Dosis terapeutik menghasilkan beberapa efek yaitu ptosis, ketidakseimbangan otot ekstraokular dengan diplopia, relaksasi otot wajah, rahang, leher dan anggota gerak dan terakhir relaksasi dinding abdomen dan diafragma.4
·Respirasi
Paralisis dari otot pernapasan menyebabkan apnea. Diafragma adalah bagian tubuh yang kurang sensitif dibanding otot lain sehingga biasanya paling terakhir lumpuh.4
·         Efek kardiovaskular
Hipotensi biasa ditemukan pada penggunaan D-tubocurarine, sedangkan hipertensi ditemukan pada penggunaan pancuronium, takikardi pada penggunaan gallamine, rocuronium, dan pancuronium. 4
·         Pengeluaran histamin
D-tubocurarine adalah obat yang tersering menyebabkan pengeluaran histamin sedangkan vecuronium adalah yang paling jarang. Reaksi alergi biasanya ditemui pada wanita dengan riwayat atopi.4
Referat Lengkap:

No comments:

Post a Comment

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...