Monday, June 1, 2015

CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

CRONIC KIDNEY DISEASE
Amelia, R , dkk

1.    Definisi
Cronic kidney disease (CKD) adalah penyakit renal tahap akhir, yang merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Pada CKD tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elekrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain di dalam darah.1
Pada CKD terjadi kerusakan ginjal dengan laju filtrasi glomerulus <60 mL/menit dalam waktu 3 bulan atau lebih. Penurunan fungsi ginjal terjadi secara berangsur-angsur dan ireversible yang akan berkembang menjadi gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang terjadi dapat dilihat dari dari kelainan dalam darah, urin, pencitraan atau melalui biopsi ginjal.1

2.    Etiologi dan faktor risiko

Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :
a.       Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielonefritis kronik dan refluks nefropati.
b.      Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
c.       Penyakit vaskuler seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna dan stenosis arteri renalis
d.      Gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik, poliartritis nodosa, dan sklerosis sistemik progresif.
e.       Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik dan asidosis tubulus ginjal.
f.        Penyakit metabolik seperti diabetes mellitus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
g.      Nefropati toksik seperti pada penyalahgunaan analgetik dan nefropati timah.
h.      Nefropati obstruktif seperti pada traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal, dan traktus urinarius bagian bawah yang terdiri dari hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital vesika urinaria dan uretra.2

3.    Patogenesis
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus dan mempengaruhi fungsinya, sehingga menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.3
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunnya filtrasi glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomelurus klirens kreatinin. Sehingga kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid.3

Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. 3
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik. Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.3
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletihan. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah.3
Abnormalitas utama yang lain pada CKD adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.3

4.    Klasifikasi

Gagal ginjal kronik terjadi apabila kerusakan jaringan ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Tahapan gagal ginjal kronik yang telah ditetapkan oleh The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) adalah sebagai berikut :
·         Stage I : kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90mL/menit/1,73m2).
·         Stage II : kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan (60-89 mL/menit/1,73 m2).
·         Stage III : kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang (30-59 mL/menit/1,73 m2).
·         Stage IV : kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat (15-29 mL/menit/1,73 m2).
·         Stage V : gagal ginjal dengan GFR <15 mL/menit/1,73 m2.1
5.    Diagnosis
a.      Manifestasi klinis
Fungsi ginjal sangat penting dalam mengatur keseimbangan homeostasis tubuh. Penurunan fungsi organ tersebut akan mengakibat banyak kelainan dan mempengaruhi pada sistem tubuh yang lain. Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal dan kondisi lain yang mendasari. Gejala klinis yang ditimbulkan akibat gagal ginjal kronik adalah :
1.      Kardiovaskuler
·         Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron
·         Gagal jantung kongestif.
·         Edema pulmoner, akibat cairan yang berlebih.

2.      Dermatologi
·         Pruritus, yang diakibatkan oleh penumpukan urea pada lapisan kulit.
3.      Gastrointestinal
·         Anoreksia
·         Mual
·         Muntah
4.      Neuromuskuler
·         Perubahan tingkat kesadaran
·         Tidak mampu berkonsentrasi
·         Kedutan otot sampai kejang
5.      Pulmoner
·         Sputum kental
·         Pernafasan dangkal, kusmaull
·         Edema pulomal
6.      Muskuloskeletal
·         Fraktur akibat kekurangan kalsium dan pengeroposan tulang karena terganggunya hormon dihidroksi kolekalsiferon.3
b.      Pemeriksaan
Pemeriksaan CKD pada stadium awal tidak menampakan gejala-gejala. Untuk menegakkan diagnosis CKD, anamnesis merupakan petunjuk yang sangat penting dalam penegakan diagnosis.
Pemeriksaan yang dapat membantu dalam menegakkan CKD adalah :
·         Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan derajat (staging) CKD.
Pemeriksaan darah yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin dan kadar serum kreatinin dan blood urea nitrogen. Kerusakan ginjal menyebabkan gangguan produksi dari eritrosit sehingga menyebabkan anemia. Pemeriksaan kadar serum kreatinin dan blood urea nitrogen untuk memeriksa keadaan dan fungsi darri ginjal. Pemeriksaan urin yang dilakukan adalah urinalisa dan juga kadar filtrasi glomerulus. Pemeriksaan dipstick test dilakukan untuk mengetahui protein di dalam urin. Kemudian urin diperiksa dibawah mikroskop untuk mencari leukosit dan eritrosit dan adanya kristal dan silinder.
·         Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk mencari apakah ada batu atau massa tumor, dan juga untuk mengetahui pembesaran ginjal.
·         Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) dilakukan untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit.4


6.    Penatalaksanaan
Perlu dilakukan penatalaksanaan baik secara umum ataupun khusus terhadap pasien dengan CKD. Penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan adalah :
1.      Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan CKD adalah sebelum terjadi penurunan LFG sehingga penurunan fungsi ginjal tidak terjadi. Bila LFG sudah menurun 20-30% dari normal terapi penyakit dasar sudah tidak bermanfaat lagi.
2.      Memantau dan mengukur kecepatan penurunan LFG, untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid antara lain adalah gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, pemakaian obat-obat nefrotoksik dan bahan radio kontras, dan peningkatan aktivitas penyakit dasar. Pada pasien CKD perlu pembatasan cairan dan elektrolit untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Cairan diatur seimbang antara masukan dan pengeluaran urin serta inssesible water loss. Elektrolit yang harus diawasi asupannya yaitu natrium dan kalium. Keadaan hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal, sedangkan pembatasan natrium untuk menghindari edema dan hipertensi.
3.      Menghambat perburukan fungsi ginjal, dengan cara :
·         Membatasi asupan protein, yang mulai dilakukan pada LFG <60 mL/menit. Protein dibatasi karena pemecahan dan pengencerannya melalui ginjal. Namun pada keadaan malnutrisi asupan protein dapat ditingkatkan. Pembatasan protein yang dianjurkan antara 0,6-0,8/kgBB/hari.
·         Terapi farmakologi dengan tujuan mengurangi hipertensi intraglomerulus. Tujuan pemberian obat antihipertensi untuk memperkecil risiko komplikasi pada kardiovaskuler dan memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Pemakaian obat antihipertensi penghambat enzim konverting angiotensin (ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal karena mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
4.      Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler sangat penting. Karena 40-45% kematian pada CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler sebagai penyakit komplikasinya. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler adalah dengan cara pengendalian hipertensi, diabetes melllitus, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia dan terapi pada kelebihan cairan dan elektrolit.
5.      Penatalaksanaan berbagai manifestasi klinis pada CKD, seperti pada anemia dilakukan transfusi dan pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal.
6.      Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada CKD stage IV-V.5

Selain penatalaksanaan secara umum, perlu dilakukan penatalaksanaan secara khusus tergantung dari staging CKD tersebut, yaitu :5
 
Stage
LFG (mL/menit/1,73m2)
Terapi
I
>90
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi perburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskuler
II
60 – 89
Menghambat perburukan fungsi ginjal
III
30 – 59
Mengevaluasi dan melakukan terapi pada komplikasi
IV
15 – 29
Dialisis
V
<15
Dialisis dan persiapan transplantasi ginjal

7.    Komplikasi
Seperti pada penyakit kronis lainnya, penderita CKD akan mengalami komplikasi sebagai berikut :
1.      Hiperkalemia, yang terjadi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet yang berlebih.
2.      Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3.      Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin aldosteron.
4.      Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5.      Penyakit tulang serta kalsifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar aluminium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6.      Uremia akibat peningkatan kadar ureum dalam tubuh.
7.      Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8.      Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah. 
9.    Hiperparatiroid, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia.3,5





DAFTAR PUSTAKA


1.      Kidney Disease Outcomes Quality Iniatiative of the National Kidney Foundation. 2000. Clinical Practice Guideline for Chronic Kidney Disease : Evaluation, Classification, and Stratification.
2.      Price,SA. Wilson,LM. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Patofisiologi Penyakit. Jakarta :EGC.
3.      Smeltzer, Bare. 2010. Textbook of Medical – Surgical Nursing. Lippincott William & Wilkins.
4.      Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 3 jilid I II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
5.      Suwitra,K,Aru.WS, Bambang.S, Idrus.A, Marcellus.SK, Siti.S. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi 4 : Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Jakarta : Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam.



No comments:

Post a Comment

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...