CRONIC
KIDNEY DISEASE
Amelia, R , dkk
1. Definisi
Cronic kidney disease (CKD) adalah penyakit renal tahap
akhir, yang merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.
Pada CKD tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elekrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen
lain di dalam darah.1
Pada CKD terjadi kerusakan ginjal dengan laju filtrasi
glomerulus <60 mL/menit dalam waktu 3 bulan atau lebih. Penurunan fungsi
ginjal terjadi secara berangsur-angsur dan ireversible yang akan berkembang
menjadi gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang terjadi dapat dilihat dari
dari kelainan dalam darah, urin, pencitraan atau melalui biopsi ginjal.1
2. Etiologi
dan faktor risiko
Etiologi dari gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut
:
a.
Penyakit
infeksi tubulointerstinal seperti pielonefritis kronik dan refluks nefropati.
b.
Penyakit
peradangan seperti glomerulonefritis.
c.
Penyakit
vaskuler seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna dan
stenosis arteri renalis
d.
Gangguan
jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik, poliartritis nodosa, dan
sklerosis sistemik progresif.
e.
Gangguan
kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik dan asidosis
tubulus ginjal.
f.
Penyakit
metabolik seperti diabetes mellitus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta
amiloidosis.
g.
Nefropati
toksik seperti pada penyalahgunaan analgetik dan nefropati timah.
h.
Nefropati
obstruktif seperti pada traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal, dan traktus urinarius bagian bawah yang
terdiri dari hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital vesika
urinaria dan uretra.2
3. Patogenesis
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001)
proses terjadinya CKD adalah akibat
dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekresikan ke dalam urin tertimbun
dalam darah sehingga terjadi uremia
yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap
gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal.
Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomerulus dan mempengaruhi fungsinya, sehingga menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal.3
Penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dapat dideteksi dengan mendapatkan
urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunnya filtrasi glomelurus atau
akibat tidak berfungsinya glomelurus
klirens kreatinin. Sehingga
kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD
tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid.3
Penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) juga berpengaruh pada retensi
cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak
mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Natrium
dan cairan sering tertahan
dalam tubuh yang meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi
juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. 3
Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik. Asidosis metabolik
terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium
bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga
terjadi.3
Kerusakan ginjal pada CKD juga
menyebabkan produksi eritropoetin menurun
dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletihan. Eritropoetin yang tidak
adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan terutama dari saluran gastrointestinal
sehingga terjadi anemia berat
atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal
untuk menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah.3
Abnormalitas utama yang lain pada CKD
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG
menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan
kadar serum menyebabkan penurunan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang
menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit
tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol)
yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring dengan
berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut Osteodistrofienal.
Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga
berkaitan dengan gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya
hipertensi. Pasien yang mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau
mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada
mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.3
4. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik terjadi apabila kerusakan jaringan
ginjal atau menurunnya glomerulus filtration rate (GFR) kurang dari 60
mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Tahapan gagal ginjal
kronik yang telah ditetapkan oleh The
Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney
Foundation (NKF) adalah sebagai berikut :
·
Stage
I : kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90mL/menit/1,73m2).
·
Stage
II : kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan (60-89 mL/menit/1,73 m2).
·
Stage
III : kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang (30-59 mL/menit/1,73 m2).
·
Stage
IV : kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat (15-29 mL/menit/1,73 m2).
·
Stage
V : gagal ginjal dengan GFR <15 mL/menit/1,73 m2.1
5. Diagnosis
a. Manifestasi
klinis
Fungsi
ginjal sangat penting dalam mengatur keseimbangan homeostasis tubuh. Penurunan
fungsi organ tersebut akan mengakibat banyak kelainan dan mempengaruhi pada
sistem tubuh yang lain. Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan
tingkat kerusakan ginjal dan kondisi lain yang mendasari. Gejala klinis yang
ditimbulkan akibat gagal ginjal kronik adalah :
1.
Kardiovaskuler
·
Hipertensi,
yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin
angiotensin aldosteron
·
Gagal
jantung kongestif.
·
Edema
pulmoner, akibat cairan yang berlebih.
2.
Dermatologi
·
Pruritus,
yang diakibatkan oleh penumpukan urea pada lapisan kulit.
3.
Gastrointestinal
·
Anoreksia
·
Mual
·
Muntah
4.
Neuromuskuler
·
Perubahan
tingkat kesadaran
·
Tidak
mampu berkonsentrasi
·
Kedutan
otot sampai kejang
5.
Pulmoner
·
Sputum
kental
·
Pernafasan
dangkal, kusmaull
·
Edema
pulomal
6.
Muskuloskeletal
·
Fraktur
akibat kekurangan kalsium dan pengeroposan tulang karena terganggunya hormon
dihidroksi kolekalsiferon.3
b.
Pemeriksaan
Pemeriksaan
CKD pada stadium awal tidak menampakan gejala-gejala. Untuk menegakkan
diagnosis CKD, anamnesis merupakan petunjuk yang sangat penting dalam penegakan
diagnosis.
Pemeriksaan yang dapat membantu dalam menegakkan
CKD adalah :
·
Pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan derajat (staging) CKD.
Pemeriksaan darah yang dilakukan adalah
pemeriksaan darah rutin dan kadar serum kreatinin dan blood urea nitrogen.
Kerusakan ginjal menyebabkan gangguan produksi dari eritrosit sehingga
menyebabkan anemia. Pemeriksaan kadar serum kreatinin dan blood urea nitrogen
untuk memeriksa keadaan dan fungsi darri ginjal. Pemeriksaan urin yang
dilakukan adalah urinalisa dan juga kadar filtrasi glomerulus. Pemeriksaan
dipstick test dilakukan untuk mengetahui protein di dalam urin. Kemudian urin
diperiksa dibawah mikroskop untuk mencari leukosit dan eritrosit dan adanya
kristal dan silinder.
·
Pemeriksaan
ultrasonografi dilakukan untuk mencari apakah ada batu atau massa tumor, dan
juga untuk mengetahui pembesaran ginjal.
·
Pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG) dilakukan untuk melihat kemungkinan hipertrofi
ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit.4
6. Penatalaksanaan
Perlu dilakukan penatalaksanaan baik secara umum ataupun
khusus terhadap pasien dengan CKD. Penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan
adalah :
1.
Waktu
yang tepat dalam penatalaksanaan CKD adalah sebelum terjadi penurunan LFG
sehingga penurunan fungsi ginjal tidak terjadi. Bila LFG sudah menurun 20-30%
dari normal terapi penyakit dasar sudah tidak bermanfaat lagi.
2.
Memantau
dan mengukur kecepatan penurunan LFG, untuk mengetahui kondisi komorbid yang
dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid antara lain adalah
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, pemakaian obat-obat nefrotoksik dan
bahan radio kontras, dan peningkatan aktivitas penyakit dasar. Pada pasien CKD
perlu pembatasan cairan dan elektrolit untuk mencegah terjadinya edema dan
komplikasi kardiovaskuler. Cairan diatur seimbang antara masukan dan
pengeluaran urin serta inssesible water
loss. Elektrolit yang harus diawasi asupannya yaitu natrium dan kalium.
Keadaan hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal, sedangkan
pembatasan natrium untuk menghindari edema dan hipertensi.
3.
Menghambat
perburukan fungsi ginjal, dengan cara :
·
Membatasi
asupan protein, yang mulai dilakukan pada LFG <60 mL/menit. Protein dibatasi
karena pemecahan dan pengencerannya melalui ginjal. Namun pada keadaan
malnutrisi asupan protein dapat ditingkatkan. Pembatasan protein yang
dianjurkan antara 0,6-0,8/kgBB/hari.
·
Terapi
farmakologi dengan tujuan mengurangi hipertensi intraglomerulus. Tujuan
pemberian obat antihipertensi untuk memperkecil risiko komplikasi pada
kardiovaskuler dan memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan cara
mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Pemakaian obat
antihipertensi penghambat enzim konverting angiotensin (ACE inhibitor) dapat
memperlambat perburukan fungsi ginjal karena mekanisme kerjanya sebagai
antihipertensi dan antiproteinuria.
4.
Pencegahan
dan terapi penyakit kardiovaskuler sangat penting. Karena 40-45% kematian pada
CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler sebagai penyakit komplikasinya.
Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler adalah dengan cara pengendalian
hipertensi, diabetes melllitus, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia dan
terapi pada kelebihan cairan dan elektrolit.
5.
Penatalaksanaan
berbagai manifestasi klinis pada CKD, seperti pada anemia dilakukan transfusi
dan pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal.
6.
Terapi
dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada CKD stage IV-V.5
Selain penatalaksanaan secara umum, perlu dilakukan
penatalaksanaan secara khusus tergantung dari staging CKD tersebut, yaitu :5
Stage
|
LFG (mL/menit/1,73m2)
|
Terapi
|
I
|
>90
|
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
perburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskuler
|
II
|
60 – 89
|
Menghambat perburukan fungsi ginjal
|
III
|
30 – 59
|
Mengevaluasi dan melakukan terapi pada komplikasi
|
IV
|
15 – 29
|
Dialisis
|
V
|
<15
|
Dialisis dan persiapan transplantasi ginjal
|
7. Komplikasi
Seperti
pada penyakit kronis lainnya, penderita CKD akan mengalami komplikasi sebagai
berikut :
1.
Hiperkalemia,
yang terjadi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diet yang berlebih.
2.
Perikarditis,
efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3.
Hipertensi
akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4.
Anemia
akibat penurunan eritropoitin.
5.
Penyakit
tulang serta kalsifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
aluminium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6.
Uremia
akibat peningkatan kadar ureum dalam tubuh.
7.
Gagal
jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8.
Malnutrisi
karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid,
hiperkalemia, dan hiperfosfatemia.3,5
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kidney
Disease Outcomes Quality Iniatiative of the National Kidney Foundation. 2000. Clinical
Practice Guideline for Chronic Kidney Disease : Evaluation, Classification, and
Stratification.
2.
Price,SA.
Wilson,LM. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Patofisiologi Penyakit. Jakarta
:EGC.
3.
Smeltzer,
Bare. 2010. Textbook of Medical – Surgical Nursing. Lippincott William &
Wilkins.
4.
Suyono,
Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 3 jilid I II. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
5.
Suwitra,K,Aru.WS,
Bambang.S, Idrus.A, Marcellus.SK, Siti.S. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
edisi 4 : Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Jakarta : Pusat Penerbit Ilmu Penyakit
Dalam.
No comments:
Post a Comment