1. Pendahuluan
Dewasa ini, penyakit yang berkembang di tengah masyarakat semakin banyak, begitu juga dengan penyakit di bidang dermatologi. Apalagi keadaan bumi sekarang yang bertambah panas akibat efek global warming, semakin menambah panjang deretan penyakit di bidang dermatologi. Hal ini diakibatkan oleh kebiasaan masyarakat sehari-hari. Kebiasaan ini dapat berdampak besar bagi kesehatan masyarakat, salah satunya ialah kebiasaan mematikan lampu pada saat tidur. Walaupun hal ini tampaknya sepele, tetapi dapat menambah investasi kesehatan Anda.
Kebiasaan mematikan lampu saat tidur di malam hari dapat merangsang pertumbuhan hormon melatonin. Hormon melatonin berfungsi untuk menghambat pembentukan pigmen kulit. Pigmen kulit berfungsi untuk melindungi kulit dari radiasi sinar UV.
Tetapi kenyataannya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui hal ini. Sebagian besar dari mereka lebih suka tidur di malam hari dengan menyalakan lampu. Hal ini juga disebabkan oleh faktor psikis seperti takut akan gelap dan takut akan hal yang berbau mistis.
Melihat fenomena di kalangan masyarakat seperti yang telah dipaparkan di atas, masalah yang akan dibahas yaitu hubungan antara cahaya lampu dengan perkembangan melanosit. Diharapkan dari pembahasan itu akan diketahui pengaruh cahaya lampu terhadap perkembangan melanosit.
Data dalam artikel ini diperoleh dengan cara studi pustaka dan pembahasan yang dilaksanakan menggunakan metode analisis deskriptif. Penelitian tentang hal ini telah ditemukan oleh seorang ahli biologi bernama Joan Roberts. Dia menggunakan hewan percobaan yang diberi cahaya lampu secara terus menerus pada malam hari. Setelah beberapa hari diketahui bahwa hormon melatoninnya menurun dan warna bulunya lebih gelap.
Melihat fenomena di kalangan masyarakat seperti yang telah dipaparkan di atas, masalah yang akan dibahas yaitu hubungan antara cahaya lampu dengan perkembangan melanosit. Diharapkan dari pembahasan itu akan diketahui pengaruh cahaya lampu terhadap perkembangan melanosit.
Data dalam artikel ini diperoleh dengan cara studi pustaka dan pembahasan yang dilaksanakan menggunakan metode analisis deskriptif. Penelitian tentang hal ini telah ditemukan oleh seorang ahli biologi bernama Joan Roberts. Dia menggunakan hewan percobaan yang diberi cahaya lampu secara terus menerus pada malam hari. Setelah beberapa hari diketahui bahwa hormon melatoninnya menurun dan warna bulunya lebih gelap.
2. Pembahasan
Kulit manusia memiliki dua lapisan utama yaitu lapisan epidermis yang terletak paling atas, kemudian dilanjutkan dengan lapisan yang lebih dalam lagi yaitu lapisan dermis. Diantara kedua lapisan ini terdapat sekelompok sel yang disebut dengan melanosit. Sel ini berfungsi untuk membentuk pigmen melatonin. Melatonin nantinya akan bermigrasi ke bagian epidermis untuk membentuk warna kulit.
Perubahan sel melanosit menjadi pigmen melatonin bukanlah hal yang sederhana. Proses modifikasi ini membutuhkan MSH (Melanocyte Stimulating Hormone ). Hormon ini dihasilkan di hipotalamus, suatu bagian dari otak yang mengatur hampir semua aktivitas organ, mulai dari rasa lapar, haus, hingga mood seseorang. Pada saat proses modifikasi ini dibutuhkan bantuan dari hormon lain sebagai pemicu, yaitu ACTH ( Adrenocorticotropis Hormone). ACTH ini dihasilkan di tempat yang sama pula. Guyton dalam fisiologi kedokteran mengatakan bahwa bila sekresi kortisol ditekan, maka akan timbul umpan balik negatif terhadap hipotalamus dan hipofisis anterior juga tertekan, karena itu akan menimbulkan kecepatan sekresi ACTH yang luar biasa bersamaan dengan sekresi MSH dalam jumlah yang meningkat.
Melatonin merupakan pelindung utama sel dari radiasi. Radiasi terbesar yang dialami manusia berasal dari matahari yang disebut radiasi optik. Kelompok radiasi optik terdiri dari 3 jenis yaitu radiasi ultra violet (UV), cahaya tampak dan infra merah (IR). Spektrum sinar UV adalah radiasi elektromagnetik yang terletak pada rentang panjang gelombang 100 nm – 400 nm, dibagi atas UV-C (100 – 280 nm), UV-B (280 – 315 nm) dan UV-A (315 – 400 nm). (Raden Somad, 2009). Namun, karena adanya serapan oleh atom oksigen yang kemudian membentuk lapisan ozon, maka radiasi matahari yang sampai ke bumi (terestrial) intensitasnya lebih rendah yang meliputi UV dengan panjang gelombang 290-400 nm, sedangkan panjang gelombang yang lebih pendek diserap oleh lapisan atmosfer. (Zubaidah, 2003). Hal ini berarti hanya UV-A dan UV-B saja yang sampai ke permukaan bumi.
Radiasi yang diterima kulit secara terus-menerus dapat mengakibatkan beberapa efek terhadap kesehatan. Salah satu dari gangguan itu adalah pembentukan dari pigmen melanin yang berlebihan dan perubahan DNA. Jumlah melanosit normal sekitar 1000-2000 /mm2 tidak bervariasi ras.(Ethel Sloane,). Jumlah normal yang disebutkan sebelumnya tidak semuanya diubah menjadi melanin. Pigmentasi kulit merupakan proses adaptif sebagai konsekuensi langsung pajanan radiasi UV dengan dosis yang cukup. (Zubaidah, 2003). Semakin banyak melanin yang dibentuk, maka kulitnya akan semakin gelap. Hal ini dipengaruhi faktor gen dan lingkungan. Jika pada ras berkulit putih hampir sama sekali tidak terbentuk melanin. Namun, pada ras negroid, hal sebaliknya yang terjadi.
Kesimpulan dari pernyataan Zubaidah adalah faktor lingkungan adalah faktor utama pembentuk melanin. Faktor lingkungan nantinya akan mempengaruhi gen. Spektrum radiasi optik yang diserap secara maksimum oleh DNA adalah pada 260 nm dengan kemampuan menyerap 10-20 kali lebih besar dari protein. Dengan demikian, DNA memberikan kontribusi besar terhadap penyerapan total UV-C (200 – 280 nm) oleh sel. Meskipun penyerapan oleh DNA terhadap UV-B pada sekitar 300 nm jauh lebih kecil dari UV-C (10-100 kali lebih rendah), pajanan matahari menyebabkan kerusakan nyata pada DNA yang dapat membunuh sel.(Somad, 2009). DNA di inti sel kulit maupun diinti sel tubuh kita secara keseluruhan dapat saja mengalami kerusakan, namun DNA mempunyai kemampuan untuk memperbaiki sendiri kerusakan tersebut dengan peranan enzim khusus yang disebut T4 endonuclease 5 (T4N5) . Radiasi UV dpt mempengaruhi kerja enzim tersebut sehingga kemampuan DNA untuk memperbaiki diri akan terganggu tentu saja hal ini menyebabkan tingkat kerusakan sel kulit yang terjadi semakin tinggi. ( )
Jenis radiasi lainnya yaitu radiasi buatan. Jenis radiasi buatan ini juga mempengaruhi pigmentasi kulit. Hal ini sesuai dengan penyataan dari seorang ahli biologi bernama Joan Roberts yang meneliti pengaruh cahaya tersebut pada hewan percobaan. Sumber radiasi UV buatan manusia pada dasarnya terdiri dari tiga jenis yaitu incandescent, seperti lampu halogen tungsten, lampu neon, lampu intensitas tinggi yang digunakan pada industri untuk fotopolimerisasi, lampu germisidal untuk sterilisasi dan lampu untuk pengelasan metal, dan laser UV seperti excimer laser. (Raden Somad, 2009).
Sinar UV yang dipancarkan lampu tentu akan mempengaruhi pigmentasi secara langsung. Efeknya hampir sama dengan sinar matahari, perbedaannya hanya lebih kecil saja, dan butuh waktu yang lebih lama untuk mempengaruhi pigmentasi. Peningkatan pigmentasi dapat teramati paling tidak dalam waktu 24 jam dan mencapai puncaknya pada hari ke 8. (Somad, 2009).
Walaupun secara tidak langsung, cahaya tampak dari lampu pada saat kita tidur mempengaruhi pigmentasi. Pada saat tidur, tubuh akan menghasilkan hormon melatonin, suatu hormon yang berfungsi sebagai toksifikasi (pembersi racun). Melatonin juga menyebabkan perubahan warna kulit menjadi lebih terang, dengan kata lain, antagonis dengan MSH.( ). Hormon melatonin ini akan rusak pada keadaan yang terang benderang, sehingga apabila lampu menyala saat tidur, ini akan menghambat produksi dari melatonin, sehingga tidak ada yang menghambat proses modifikasi melanosit menjadi melanin.
3. Penutup
Cahaya lampu ternyata mempengaruhi pigmentasi melanin di jaringan kulit. Pengaruh ini baik secara langsung ( melalui UV ) ataupun secara tidak langsung ( menghambat melatonin ) akan memberikan efek yang hampir sama seperti saat terpapar sinar matahari.Untuk peneliti lain, bagian yang kurang dari penelitian ini, yaitu kurang spesifik mengenai sinar UV yang dihasilkan oleh lampu. Selain itu mekanisme pengahambatan MSH oleh melatonin belum diketahui secara jelas. Bagi yang berminat harap dilanjutkan penelitian tentang kedua hal tersebut.
(Endri Pristiwadi, Nurul Maulidya Hidayat, Rahmmi Ramadhani)
No comments:
Post a Comment