2.1 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium pada ginjal didapatkan rendahnya kadar bikarbonat serum karena terjadi
asidosis metabolik. Peningkatan anion gap disebabkan karena peningkatan kadar laktat
dan keton, hal ini dapat terjadi kemungkinan karena akumulasi formic acid. Dapat juga terjadi peningkatan
osmolar gap, hal ini bukan merupakan temuan yang spesifik karena menunjukkan adanya
suatu larutan dengan berat molekul rendah seperti etanol, alkohol lain,
mannitol, glisin, lemak atau protein.
Diagnosis definitive dari keracunan metanol
dapat dilihat dari peningkatan kadar metanol serum yang dapat diukur dengan gas
chromathography namun hal ini tidak berkorelasi dengan tingkat keracunan dan
merupakan indikator yang baik untuk prognosis.
2. Imaging
CT scan
dapat menunjukkan perubahan karakteristik dari nekrosis putamen bilateral
dengan derajat perdarahan yang bervariasi. Namun lebih sering hasil CT scan
normal. MRI adalah metode imaging yang lebih sensitive dalam mendiagnosa
keracunan metanol.
Pada
keracunan metanol yang baru berlangsung selama empat minggu, MRI telah dapat
menunjukkan adanya perubahan pada putamen dan juga lesi yang berwarna putih
pada lobus frontal atau oksipital. MRI dapat digunakan untuk membedakan
keracunan metanol dengan kondisi lain seperti hipoglikemik dan keracunan
karbonmonoksida.
Temuan
patologis paling karakteristik setelah keracunan metanol adalah adanya daerah
nekrosis pada putamen, dimana juga terdapat perdarahan dengan derajat yang
bervariasi. Gambaran ini bisa terlihat pada pasien yang bertahan setelah 24
jam, nekrosis juga dapat terlihat pada substansia alba pada pasien yang
bertahan lebih dari beberapa hari.
Gambaran Fundus akibat Intoksifikasi Metanol |
2.6
Penatalaksanan
Ada tiga cara yang spesifik untuk keracunan methanol
berat, yaitu dengan penekanan metabolism oleh alcohol dehidrogenase untuk
pembentukan produk-produk toksiknya. Yang kedua dialisis untuk meningkatkan
bersihan methanol dan produk toksiknya. Yang ketiga alkalinasi untuk
menetralkan asidosis metabolic.
Terapi pendukung adalah
bertujuan untuk memulai manajemen jalan nafas, memperbaiki gangguan elektrolit,
dan memberikan hidrasi yang memadai. lavage lambung hanya berguna
jika pasien 2 jam setelah menelan. Pengobatan terdiri dari
penggunaan buffer seperti sodium bikarbonat untuk mengoreksi asidosis metabolik
dan penangkal untuk menghambat metabolisme dari metanol yaitu metabolit
beracunnya (fornic acid). Jika perlu, hemodialisis
dipasok untuk lebih memperbaiki asidosis, kemudian keluarkan metanol / formic acid.
Antidote
terapi diarahkan menunda metabolisme metanol sampai dihilangkan dari sistem,
baik secara alami atau melalui dialisis. Hal ini
dapat dicapai dengan menggunakan etanol atau fomepizole. Etanol,
seperti metanol, dimetabolisme oleh ADH dan enzimnya 10-20 kali memiliki
afinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metanol. Fomepizole
juga dimetabolisme oleh enzim yang sama ini memiliki keunggulan, tidak seperti
etanol yaitu tidak menimbulkan depresi SSP. Namun,
penggunaannya terbatas karena biaya yang tinggi dan kurangnya ketersediaan. Oleh karena
itu, etanol sering digunakan melalui IV diberikan sebagai solusi 10% dalam
dekstrosa 5%. Dosis pemuatan 0,6 g / kg diberikan diikuti
dengan infus (IV) intravena 0.07-0.16 g/kg/h. Intravenous pulse steroids juga telah dicoba pada
beberapa pasien untuk menyelamatkan visus, dan hasilnya sangat memuaskan. Manfaat ini
telah diusulkan karena efek anti-inflamasi dan imunosupresan steroid.
No comments:
Post a Comment