Wednesday, December 3, 2014

Klasifikasi dan Derajat Serangan Asma

Klasifikasi Asma Bronkial



Parameter klinis, kebutuhan obat, dan faal paru
Asma Episodik Jarang
Asma Episodik Sering
Asma Persisten
1. Frekuensi serangan
<1x/bulan
>1x/bulan
sering
2. Lama serangan
<1 minggu
>1 minggu
Hampir sepanjang tahun, tidak ada periode bebas serangan
3. Intensitas serangan
biasanya ringan
biasanya sedang
biasanya berat
4. Di antara serangan
tanpa gejala
sering ada gejala
gejala siang dan malam
5. Tidur dan aktivitas
Tidak terganggu
sering terganggu
sangat terganggu
6. Pemeriksaan fisik di luar serangan
normal (tidak ditemukan kelainan)
mungkin terganggu (ditemukan kelainan)
tidak pernah normal
7. Obat pengendali (anti inflamasi)
Tidak perlu
perlu
perlu
8. Uji faal paru (di luar serangan)
PEF/FEV1>80%
PEF/FEV1 60-80%
PEF/FEV1<60%
variabilitas 20-30%
9. Variabilitas faal paru (bila ada serangan)
variabilitas >15%

variabilitas >30%
variabilitas >50%


Derajat  Serangan Asma



           
Ringan
Sedang
Berat
Aktivitas
Dapat berjalan
Dapat berbaring
Jalan terbatas
Lebih suka duduk
Sukar berjalan
Duduk membungkuk ke depan
Bicara
Beberapa kalimat
Kalimat terbatas
Kata demi kata
Kesadaran
Mungkin terganggu
Biasanya terganggu
Biasanya terganggu
Frekuensi napas
Meningkat
Meningkat
Sering > 30 kali/menit
Retraksi otot-otot bantu napas
Umumnya tidak ada
Kadang kala ada
Ada
Mengi
Lemah sampai sedang
Keras
Keras
Frekuensi nadi
< 100
100-120
> 120
Pulsus paradoksus
Tidak ada (< 10 mmHg)
Mungkin ada (10-25 mmHg)
Sering ada (> 25 mmHg)
APE sesudah bronkodilator (% prediksi)
> 80%
60-80%
< 60%
PaCO2
< 45 mmHg
< 45 mmHg
< 45 mmHg
SaO2
> 95%
91-95%
< 90%

Tuesday, December 2, 2014

Etiologi dan Patofisiologi Asma Bronkial

Etologi
Sampai saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti meski telah banyak penelitian oleh para ahli di dunia kesehatan. Namun demikian yang dapat disimpulkan adalah bahwa pada penderita asma saluran pernapasannya memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas) seperti polusi udara (asap, debu, zat kimia), serbuk sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa, bau/aroma menyengat (misalnya; parfum) dan olahraga


Patofisologi Asma Bronkial
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi) sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paru) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi. 
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut : 1). Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi. 2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi di mana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru. 3). Gangguan difusi gas di tingkat alveoli. Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan : hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut.

Monday, December 1, 2014

Sindrom Nefrotik



Pengertian
Sindrom nefotik merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang ditandai dengan proteinuria masif lebih dari 3,5 gram/24 jam/1,73 m2 disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, lippiduria, dan hiperkoagulabilitas. Insiden tertinggi pada usia 3-4 tahun dengan rasio laki-laki dan perempuan 2:1

Etiologi
Sebab pasti belum diketahui, Umumnya dibagi menjadi
  • Sindrom nefrotik bawaan : diturunkan sebagai autosom atau reaksi fetomaternal
  • sindrom nefrotik sekunder : disebabkan oleh selain faktor bawaan.
  • sindrom nefrotik idiopatik : tidak diketahui secara pasti.
Diagnosa
  • Anamnesa : bengkak seluruh tubuh, BAK keruh
  • P. Fisik : Edema anasarka, asites
  • Lab : 
    • Proteinuria masif lebih dari 3,5 gram/24 jam/1,73 m2
    • hiperlipidemia
    • hiperalbuminemia
    • lipiduria
    • hiperkoagulabilitas
  • Diagnosa etiologi berdasarkan biopsi ginjal
Diagnosa banding
Edema dan asites akibat penyakit hati atau malnutrisi

Pemeriksaan penunjang
  • urinalisis
  • ureum
  • kreatinin
  • tes fungsi hati
  • profil lipid
  • DPL
  • elektrolit
  • gula darah
  • hemostasis
  • biopsi ginjal
  • protein urin kuantitatif
Terapi
  • Non farmakologis
    • istirahat
    • retriksi protein dengan diet protein 0.8 gram/kgBB ideal/hari + eksresi protein urin dalam 24 jam
    • diet rendah kolesterol
    • berhenti merokok
    • diet rendah garam
    • restriksi cairan pada edema
  • farmakologis
    • pengobatan edema : deuritik loop
    • pengobatan proteinuria dengan ACE inhobitor atau antagonis angiotensin II reseptor
    • pengobatan dislipidemia dengan golongan statin
    • pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah kurang dari 125/75 mmHg menggunakan ACE inhibitor dan antagonis reseptor angiotensin II sebagai pilihan utama
    • pengobatan kausal sesuai etiologi sindrom nefrotik
Komplikasi : penyakit ginjal kronik, tromboemboli

Prognosa : tergantung jenis kelainan glomerular. 

Daftar Pustaka : Masjoer, Arif, 2001, Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid kedua, Jakarta: Media Aesculapius

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...