Friday, January 23, 2015

Referat Epistaksis (Bagian 4)

2.7 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah memperbaiki keadaan umum, mencari sumber perdarahan, menghentikan perdarahan, mencari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan.
Bila pasien datang dengan epistaksis perhatikan keadaan umumnya, nadi, pernafasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan atasi terlebih dahulu, misalnya dengan memasang infus. Jalan nafas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu dibersihkan atau dihisap. 2
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC, yakni :
-A (airway)    : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
-B (breathing)  : pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang mengalir ke belakang tenggorokan
-C (circulation)  : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi. 9
Penanganan epistaksis yang tepat akan bergantung pada suatu anamnesis yang cermat. Hal-hal yang penting adalah sebagai berikut:
  1. Riwayat perdarahan sebelumnya
  2. Lokasi perdarahan
  3. Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorok (posterior) atau keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak
  4. Lama perdarahan dan frekuensinya
  5. Kecendrungan perdarahan
  6. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
  7. Hipertensi
  8. Diabetes mellitus
  9. Penyakit Hati
  10. Penggunaan anti koagulan
  11. Trauma hidung yang belum lama
  12. Obat-obatan misalnya aspirin dan fenilbutazon
Menghentikan Perdarahan2
            Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon lebih baik daripada pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti dengan sendirinya.
Pasien sendiri dapat menghentikan perdarahan bagian depan hidungnya dengan menjepit bagian itu dengan sebuah jari tangan dan ibu jari serta meletakkan sebuah cawan untuk menampung tetesan darah dari hidungnya. Pasien dilarang menelan karena dapat menggeser bekuan darah yang terbentuk. Menelan dapat dicegah dengan menempatkan sebuah gabus diantara kedua barisan gigi depan (metode Trotter). 9
            Jika seorang pasien datang dengan epistaksis maka pasien harus diperiksa dalam keadaan duduk, sedangkan jika terlalu lemah dapat dibaringkan dengan meletakkan bantal di belakang punggungnya kecuali bila sudah dalam keadaan syok.1,9
            Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap dan untuk membersihkan hidung dari bekuan darah. Kemudian tampon kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau pantocain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada waktu tindakan selanjutnya . Tampon ini dibiarkan selama 3-5 menit. Dengan cara ini dapatlah ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya di bagian anterior atau di bagian posterior. 1,9

Perdarahan anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari septum bagian depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior terutama pada anak dapat dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit dan seringkali berhasil.2
Semprotan dekongestif dan aplikasi topikal gulungan kapas yang dibasahi kokain biasanya akan cukup menimbulkan efek anestesi dan vasokonstriksi. Sekarang bekuan darah dapat di aspirasi.3 Bila sumbernya terlihat tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti 20-30% atau dengan Asam Trikolasetat 10% atau dapat juga dengan elektrokauter.5 Jika pembuluh menonjol pada kedua sisi septum diusahakan agar tidak mengkauter daerah yang sama pada kedua sisi. Sekalipun menggunakan zat kauterisasi dengan penetrasi rendah, namun daerah yang dicakup kauterisasi harus dibatasi. Sebaliknya, maka dengan rusaknya silia dan pembentukan epitel gepeng diatas jaringan parut sebagai jaringan pengganti mukosa saluran nafas normal, akan terbentuk titik-titik akumulasi dalam aliran lapisan mucus. Dengan melambatnya atau terhentinya aliran mukus pada daerah-daerah yang sebelumnya mengalami kauterisasi, akan terbentuk krusta pada septum. Pasien kemudian akan mengorek hidungnya dengan megelupaskan krusta, mencederai lapisan permukaan dan menyebabkan perdarahan baru. Menentukan lokasi perdarahan mungkin semakin sulit pada pasien dengan deviasi septum yang nyata dan perforasi septum.1
Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan tampon anterior, dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin atau salap antibiotika.5 Tampon mudah dibuat dari lembaran kasa steriil bervaselin, berukuran 72 x 0,5 inchi disusun dari dasar hingga atap hidung meluas hingga keseluruh panjang rongga hidung.1 Pemakaian vaselin atau salep pada tampon berguna agar tampon tidak melekat, untuk menghindari berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut.5 suatu tampon hidung anterior harus memenuhi seluruh rongga hidung.1
 
Gambar 4 Tampon anterior5
Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung.2 Jika lokasi perdarahan telah ditemukan, vasokonstriktor harus diberikan bersamaan dengan obat-obat topikal seperti larutan kokain 4% atau oxymetazolin atau phenylephrine. Perdarahan yang lebih aktif perlu diberikan anestesi topikal yang adekuat. Obat-obat intravena bisa diberikan pada kasus yang sulit atau pada penderita yang cemas.4

Perdarahan Posterior
Tempat perdarahan tidak mudah dikenal pada epistaksis posterior. Penting menempatkan pasien dengan tepat. Kecuali hipovolemia, ia harus duduk tegak, sehingga darah tidak menuju kembali ke tenggorokkannya.4
Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior yang disebut tampon bellocq. Tampon ini harus tepat menutup koana (nares posterior). Tampon Bellocq terbuat dari kassa pada berbentuk bulat atau kubus dengan ukuran 3x2x2 cm. Pada tampon ini terdapat 3 utas benang , yaitu 2 utas pada satu sisi dan seutas benang pada sisi yang lain.5
Pendarahan jenis apapun yang gagal dihentikan meski penanganannya sudah ditingkatkan maka memerlukan tindakan pembedahan. Pembedahan memerlukan anastesi umum meskipun pada pasien usia lanjut. Tindakan bedah ini dapat dibagi menjadi pemanasan, pembedahan septum dan ligasi arteri.6

Teknik pemasangan
Untuk memasang tampon Bellocq dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini kearah nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan didepan lubang hidung, supaya tampon yang terletak di nasofaring tidak bergerak. Benang yang terdapat pada rongga mulut terikat pada sisi lain dari tampon Bellocq, diletakkan pada pipi pasien.Gunanya untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati mencabut tampon karena dapat menyebabkan laserasi mukosa. Selama pemasangan itu pasien akan terganggu kenyamananya dan perlu diberi sedative dan analgetika.2
            Sebagai pengganti tampon bellocq, dapat digunakan kateter folley dengan balon. Akhir-akhir ini juga banyak tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk hidung atau tampon dari bahan gel hemostatik.2
Pada epistaksis yang berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon anterior maupun posterior, dilakukan ligasi arteri. Ligasi arteri etmoid anterior dan posterior dapat dilakukan dengan membuat sayatan didekat kantus medius dan kemudian mencari kedua pembuluh darah tersebut didinding medial orbita. Ligasi arteri maksila interna yang tetap difossa pterigomaksila dapat dilakukan melalui operasi Caldwell-Luc dan kemudian mengangkat dinding posterior sinus maksila. 6
Dengan semakin meningkatnya pemakaian endoskop, akhir-akhir ini juga dikembangkan teknik kauterisasi atau ligasi arteri sfenopalatina dengan panduan endoskop.2

Gambar 5 Tampon Posterior5
Perhatian10:
1.    Perlu perlindungan antibiotik selama terpasang tampon baik tampon anterior maupun posterior.
2.    Pada kasus yang kritis tampon dapat terpasang selama 8 hari, namun hal ini amat sangat berbahaya karena dapat terjadi septikemi, perlu pengawasan yang ketat.
3.    Pada pemasangan tampon seringkali menyebabkan gangguan fungsi tuba Eustachii, OME dapat terjadi. Periksa membrana timpani.


Penatalaksanaan Bedah10
Pembedahan dilakukan pada kasus epistaksis berulang, namun beberapa prosedur bedah untuk tindakan darurat untuk mengontrol kasus epistaksis berat dilakukan untuk mencegah waktu perawatan yang lama sekaligus untuk meningkatkan daya tahan pasien. Wong dan Vogel (1981) menemukan bahwa angka kegagalan tindakan pembedahan lebih rendah ( 14% dibandingkan 26%), menurunkan angka komplikasi (40% dibandingkan 68%) dan waktu perawatan di RS menjadi 2,2% lebih rendah pada pasien dengan epistaksis posterior.
Sebelum memutuskan arteri mana yang harus diligasi dalam penatalaksanaan epistaksis, lokasi perdarahan harus ditentukan terlebih dahulu. Jika perdarahan terjadi pada cavum nasi dapat  berasal baik dari arteri etmoid anterior maupun posterior. Darah yang berasal dari kavum nasi inferior atau posterior berasal dari arteri karotis eksterna atau arteri maksillaris interna. Umumnya, lebih dipilih ligasi yang sedekat mungkin dengan lokasi perdarahan disebabkan sulitnya mengontrol sirkulasi kontralateral seperti pada ligasi yang lebih proksimal. Septoplasty dan reseksi mukosa/submukosa mungkin diperlukan untuk memperbaiki deviasi septum dan dapat menggantikan tampon. Pengangkatan penutup mukosa dengan reseksi submukosa dapat mengurangi frekuensi epistaksis pada beberapa pasien melalui pengangkatan bekas luka.
Ligasi arteri maksillaris interna biasanya menyebakan penurunan gradien tekanan pada pembuluh darah dan dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah. Rata-rata kejadian berulangnya epistaksis berkisar 5%-13%. Kriteria untuk prosedur ligasi belum ditentukan karena masih terdapatnya perbedaan antara pihak yang mendukung ligasi awal dan ligasi lambat. Posisi Water digunakan untuk mengidentifikasi posisi sinus maxilla untuk melakukan ligasi dengan pendekatan transantral. Dibawah anestesi umum, prosedur Caldwell-luc digunakan untuk mendapatkan akses ke dinding posterior sinus maksila, yang dipindahkan untuk mendapatkan akses ke bagian ketiga (pterygopalatine) yang berlokasi pada ruang pterygopaltine. Mikroskop operasi kemudian digunakan untuk mengidentifikasi pulsasi dari cabang distal, yang kemudian diklem. Penting untuk meletakkan klem bedah pada arteri maksillaris pada bagian proksimal dari asal arteri palatina desenden, pada bagian distal arteri desenden palatina, dan pada bagian distal arteri maksilaris interna. Keuntungan prosedur ini adalah dengan ligasi pada bagian distal pembuluh darah yang mensuplai mukosa nasal dapat meminimalisir perkembangan kolateral pembuluh darah. Kerugian prosedur ini adalah tidak dapat diterapkan pada anak-anak, pasien dengan hipoplasia sinus maksila, atau pada orang-orang dengan fraktur wajah, begitu juga dengan komplikasi sakit pada gigi bagian maksila, gangguan pada ganglion sfenopalatina atau nervus Vidian, kerusakan pada nervus infrsorbita, fistula oro-antral dan sinusitis.
Pendekatan intraoral pada arteri maksillaris menyediakan akses ke bagian pertama dan kedua arteri antara ramus mandibula dan otot temporal. Bagian posterior dari maksilla dicapai melalui insisi gingivobuccal posterior yang bermula dari molar kedua. Blind diseksi dilakukan dengan jari dan lemak buccal di diseksi atau retraksi. Setelah otot temporal diikat dan didiseksi, arteri maksilaris internal terlihat pada dasar luka atau dibawa melalui ikatan saraf kemudian diklem dan dibagi. Keuntungan prosedur ini adalah mudah dikerjakan pada anak-anak, pasien dengan hipoplasia sinus maksillaris, dan fraktur komunikata pada maksilla. Kerugiannya meliputi lokasi ligasi lebih proksimal dibandingkan pendekatan transantral dengan kemungkinan kegagalan yang disebabkan sirkulasi kollateral, sering menyebabkan trismus yang membutuhkan waktu 3 bulan masa penyembuhan disebabkan manipulasi terhadap otot temporal dan dapat menimbulkan kerusakan pada nervus infraorbita.
Ligasi arteri etmoid dilakukan melalui insisi yang dipertimbangkan pada pasien yang mengalami perdarahan ulang setelah ligasi arteri maksillaris interna, dimana terdapat juga epistaksis kavum nasal superior atau pada sambungan ligasi arteri maksilaris interna ketika lokasi perdarahan telah ditemukan. Akses bedah dari standar insisi Lynch turun ke garis sutura fronto-etmoid pada bagian superior dari tulang lakrimal dan pada bagian posterior terletak arteri etmoid anterior pada jarak sekitar 14-18 mm. Jika arteri etmoid posterior harus diligasi, arteri ini terletak 10 mm posterior terhadap arteri etmoid anterior. Area ini harus ditangani dengan hati-hati karena nervus optikus hanya berjarak 5 mm di belakang arteri etmoid posterior. Sekali teridentifikasi, arteri di ligasi dan dipotong.
Ligasi arteri carotis eksterna dilakukan melalui insisi yang dibuat di sepanjang garis anterior otot sternokleidomastoideus. Setelah dikenali 2 cabang arteri karotis eksterna untuk mencegah terligasinya arteri karotis internal, arteri karotis eksternal diligasi. Arteri diligasi dengan penuh kehati-hatian untuk mencegah perlukaan nervus vagus, nervus laringeal superior, nervus hipoglossus, rantai nervus simpatis, atau cabang mandibular nervus facial. Teknik ini sangat mudah dan anatomi daerah ini cukup familiar. Kerugian prosedur ini karena kurang efektif dibandingkan ligasi lainnya yang disebabkan lebih banyaknya aliran darah kollateral.
            Angiografi selektif dapat digunakan sebagai alat diagnostik dan terapi untuk mengontrol epistaksis. Embolisasi lebih efektif pada pasien dengan epistaksis yang berulang setelah ligasi arteri, daerah perdarahn sulit untuk dicapai dengan bedah, atau epistaksis yang disebabkan gangguan perdarahan sistemik. Setelah anatominya dikenali, lokasi perdarahan di embolisasi dengan polyvinyl alcohol, partikel gel-foam, atau kawat gulung. Prosedur ini dapat menyumbat pembuluh darah dekat dengan daerah perdarahan sehingga dapat meminimalisasi kolateral. Prosedur in efektif hanya ketika rata-rata perdarahan >0,5 ml/menit. Angka keberhasilan sekitar 90% dengan angka komplikasi sekitar 0,1 %. Kerugiannya adalah arteri karotis eksterna atau cabangnya dapat tersumbat dan menimbulkan komplikasi yang berat seperti hemiplegi, paralisis nervus fasialis, dan nekrosis kulit.
Septodermoplasty sering digunakan pada pasien dengan HHT, setelah teleangiektasis pada mukosa nasal anterior diangkat dari setengah antreior septum, dasar hidung, dan dinding lateral, kemudian diletakkan skin graft. Flap kulit, myokutaneus atau mikrovaskuer dapat digunakan sebagai pengganti skin graft. Telah didapatkan hasil eksperimen yang baik dari penggunaan autograft yang berasal dari epitelial turunan mukosa buccal pasien. Pasien dapat mengalami epistaksis berulang yang disebabkan pertumbuhan teleangiektasis ke dalam graft atau flap, namun keparahan dan frekuensi perdarahan berkurang secara signifikan. Laser Neodymium-yttrium-garnet (Nd-YAG) atau laser argon telah digunakan untuk fotokoagulasi lesi epistaksis, terutama pada pasien dengan HHT. Penatalaksanaan kembali biasanya dibutuhkannamun tingkat keparahan dan frekuensi perdarahan umumnya meningkat.

Referat Lengkap
Bagian 4 
Bagian 5
Bagian 6

No comments:

Post a Comment

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...