2.7 Penatalaksanaan
Prinsip
penatalaksanaan epistaksis ialah memperbaiki keadaan umum, mencari sumber
perdarahan, menghentikan perdarahan, mencari faktor penyebab untuk mencegah
berulangnya perdarahan.
Bila pasien
datang dengan epistaksis perhatikan keadaan umumnya, nadi, pernafasan serta
tekanan darahnya. Bila ada kelainan atasi terlebih dahulu, misalnya dengan
memasang infus. Jalan nafas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu
dibersihkan atau dihisap. 2
Prinsip dari
penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC, yakni :
-A (airway) : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas,
posisikan duduk menunduk
-B (breathing) : pastikan proses
bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang mengalir ke belakang
tenggorokan
-C (circulation) : pastikan proses
perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan pasang jalur infus
intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi. 9
Penanganan
epistaksis yang tepat akan bergantung pada suatu anamnesis yang cermat. Hal-hal
yang penting adalah sebagai berikut:
- Riwayat perdarahan sebelumnya
- Lokasi perdarahan
- Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorok (posterior) atau keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak
- Lama perdarahan dan frekuensinya
- Kecendrungan perdarahan
- Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
- Hipertensi
- Diabetes mellitus
- Penyakit Hati
- Penggunaan anti koagulan
- Trauma hidung yang belum lama
- Obat-obatan misalnya aspirin dan fenilbutazon
Menghentikan Perdarahan2
Menghentikan
perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon lebih baik
daripada pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti dengan
sendirinya.
Pasien sendiri dapat
menghentikan perdarahan bagian depan hidungnya dengan menjepit bagian itu
dengan sebuah jari tangan dan ibu jari serta meletakkan sebuah cawan untuk
menampung tetesan darah dari hidungnya. Pasien dilarang menelan karena dapat
menggeser bekuan darah yang terbentuk. Menelan dapat dicegah dengan menempatkan
sebuah gabus diantara kedua barisan gigi depan (metode Trotter). 9
Jika
seorang pasien datang dengan epistaksis maka pasien harus diperiksa dalam
keadaan duduk, sedangkan jika terlalu lemah dapat dibaringkan dengan meletakkan
bantal di belakang punggungnya kecuali bila sudah dalam keadaan syok.1,9
Sumber
perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap dan untuk membersihkan hidung
dari bekuan darah. Kemudian tampon kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin
1/10.000 dan lidocain atau pantocain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk
menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada waktu tindakan
selanjutnya . Tampon ini dibiarkan selama 3-5 menit. Dengan cara ini dapatlah
ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya di bagian anterior atau di bagian
posterior. 1,9
Perdarahan anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari septum bagian depan. Apabila
tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior terutama pada anak dapat
dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit dan
seringkali berhasil.2
Semprotan dekongestif dan aplikasi topikal gulungan kapas yang dibasahi
kokain biasanya akan cukup menimbulkan efek anestesi dan vasokonstriksi.
Sekarang bekuan darah dapat di aspirasi.3 Bila sumbernya terlihat tempat
asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti 20-30% atau dengan Asam
Trikolasetat 10% atau dapat juga dengan elektrokauter.5 Jika
pembuluh menonjol pada kedua sisi septum diusahakan agar tidak mengkauter
daerah yang sama pada kedua sisi. Sekalipun menggunakan zat kauterisasi
dengan penetrasi rendah, namun daerah yang dicakup kauterisasi harus dibatasi.
Sebaliknya, maka dengan rusaknya silia dan pembentukan epitel gepeng diatas
jaringan parut sebagai jaringan pengganti mukosa saluran nafas normal, akan
terbentuk titik-titik akumulasi dalam aliran lapisan mucus. Dengan melambatnya
atau terhentinya aliran mukus pada daerah-daerah yang sebelumnya mengalami
kauterisasi, akan terbentuk krusta pada septum. Pasien kemudian akan mengorek
hidungnya dengan megelupaskan krusta, mencederai lapisan permukaan dan
menyebabkan perdarahan baru. Menentukan lokasi perdarahan mungkin semakin sulit
pada pasien dengan deviasi septum yang nyata dan perforasi septum.1
Bila dengan cara ini
perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan tampon anterior,
dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin atau salap antibiotika.5 Tampon
mudah dibuat dari lembaran kasa steriil bervaselin, berukuran 72 x 0,5 inchi
disusun dari dasar hingga atap hidung meluas hingga keseluruh panjang rongga hidung.1 Pemakaian
vaselin atau salep pada tampon berguna agar tampon tidak melekat, untuk
menghindari berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut.5 suatu
tampon hidung anterior harus memenuhi seluruh rongga hidung.1
Gambar 4
Tampon anterior5
Tampon dimasukkan
sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat menekan asal
perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk
mencegah infeksi hidung.2 Jika lokasi perdarahan telah ditemukan,
vasokonstriktor harus diberikan bersamaan dengan obat-obat topikal seperti
larutan kokain 4% atau oxymetazolin atau phenylephrine. Perdarahan yang lebih
aktif perlu diberikan anestesi topikal yang adekuat. Obat-obat intravena bisa
diberikan pada kasus yang sulit atau pada penderita yang cemas.4
Perdarahan Posterior
Tempat perdarahan tidak mudah dikenal pada epistaksis
posterior. Penting menempatkan pasien dengan tepat. Kecuali hipovolemia, ia
harus duduk tegak, sehingga darah tidak menuju kembali ke tenggorokkannya.4
Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan
pemasangan tampon posterior yang disebut tampon bellocq. Tampon ini harus tepat
menutup koana (nares posterior). Tampon Bellocq terbuat dari kassa pada
berbentuk bulat atau kubus dengan ukuran 3x2x2 cm. Pada tampon ini terdapat 3
utas benang , yaitu 2 utas pada satu sisi dan seutas benang pada sisi yang
lain.5
Pendarahan jenis apapun yang gagal dihentikan meski
penanganannya sudah ditingkatkan maka memerlukan tindakan pembedahan.
Pembedahan memerlukan anastesi umum meskipun pada pasien usia lanjut. Tindakan
bedah ini dapat dibagi menjadi pemanasan, pembedahan septum dan ligasi arteri.6
Teknik pemasangan
Untuk memasang tampon Bellocq dimasukkan kateter karet
melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar
melalui mulut. Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat
pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung.
Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk
tangan yang lain membantu mendorong tampon ini kearah nasofaring. Jika masih
terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior, kemudian
diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan didepan lubang hidung, supaya
tampon yang terletak di nasofaring tidak bergerak. Benang yang terdapat pada
rongga mulut terikat pada sisi lain dari tampon Bellocq, diletakkan pada pipi
pasien.Gunanya untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari.
Hati-hati mencabut tampon karena dapat menyebabkan laserasi mukosa. Selama
pemasangan itu pasien akan terganggu kenyamananya dan perlu diberi sedative dan
analgetika.2
Sebagai
pengganti tampon bellocq, dapat digunakan kateter folley dengan balon.
Akhir-akhir ini juga banyak tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus
untuk hidung atau tampon dari bahan gel hemostatik.2
Pada epistaksis
yang berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon
anterior maupun posterior, dilakukan ligasi arteri. Ligasi arteri etmoid
anterior dan posterior dapat dilakukan dengan membuat sayatan didekat kantus
medius dan kemudian mencari kedua pembuluh darah tersebut didinding medial
orbita. Ligasi arteri maksila interna yang tetap difossa pterigomaksila dapat
dilakukan melalui operasi Caldwell-Luc dan kemudian mengangkat dinding
posterior sinus maksila. 6
Dengan semakin meningkatnya pemakaian endoskop, akhir-akhir ini juga
dikembangkan teknik kauterisasi atau ligasi arteri sfenopalatina dengan panduan
endoskop.2
Gambar 5 Tampon Posterior5
Perhatian10:
1.
Perlu perlindungan antibiotik selama terpasang tampon
baik tampon anterior maupun posterior.
2.
Pada kasus yang kritis tampon dapat terpasang selama 8
hari, namun hal ini amat sangat berbahaya karena dapat terjadi septikemi, perlu
pengawasan yang ketat.
3.
Pada pemasangan tampon seringkali menyebabkan gangguan
fungsi tuba Eustachii, OME dapat terjadi. Periksa membrana timpani.
Penatalaksanaan
Bedah10
Pembedahan dilakukan pada kasus epistaksis berulang, namun beberapa
prosedur bedah untuk tindakan darurat untuk mengontrol kasus epistaksis berat
dilakukan untuk mencegah waktu perawatan yang lama sekaligus untuk meningkatkan
daya tahan pasien. Wong dan Vogel (1981) menemukan bahwa angka kegagalan
tindakan pembedahan lebih rendah ( 14% dibandingkan 26%), menurunkan angka
komplikasi (40% dibandingkan 68%) dan waktu perawatan di RS menjadi 2,2% lebih
rendah pada pasien dengan epistaksis posterior.
Sebelum memutuskan arteri mana yang harus diligasi dalam penatalaksanaan
epistaksis, lokasi perdarahan harus ditentukan terlebih dahulu. Jika perdarahan
terjadi pada cavum nasi dapat berasal
baik dari arteri etmoid anterior maupun posterior. Darah yang berasal dari
kavum nasi inferior atau posterior berasal dari arteri karotis eksterna atau
arteri maksillaris interna. Umumnya, lebih dipilih ligasi yang sedekat mungkin
dengan lokasi perdarahan disebabkan sulitnya mengontrol sirkulasi kontralateral
seperti pada ligasi yang lebih proksimal. Septoplasty dan reseksi
mukosa/submukosa mungkin diperlukan untuk memperbaiki deviasi septum dan dapat
menggantikan tampon. Pengangkatan penutup mukosa dengan reseksi submukosa dapat
mengurangi frekuensi epistaksis pada beberapa pasien melalui pengangkatan bekas
luka.
Ligasi arteri maksillaris interna biasanya menyebakan penurunan gradien
tekanan pada pembuluh darah dan dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah.
Rata-rata kejadian berulangnya epistaksis berkisar 5%-13%. Kriteria untuk
prosedur ligasi belum ditentukan karena masih terdapatnya perbedaan antara
pihak yang mendukung ligasi awal dan ligasi lambat. Posisi Water digunakan
untuk mengidentifikasi posisi sinus maxilla untuk melakukan ligasi dengan
pendekatan transantral. Dibawah anestesi umum, prosedur Caldwell-luc digunakan
untuk mendapatkan akses ke dinding posterior sinus maksila, yang dipindahkan untuk
mendapatkan akses ke bagian ketiga (pterygopalatine) yang berlokasi pada ruang
pterygopaltine. Mikroskop operasi kemudian digunakan untuk mengidentifikasi
pulsasi dari cabang distal, yang kemudian diklem. Penting untuk meletakkan klem
bedah pada arteri maksillaris pada bagian proksimal dari asal arteri palatina
desenden, pada bagian distal arteri desenden palatina, dan pada bagian distal
arteri maksilaris interna. Keuntungan prosedur ini adalah dengan ligasi pada
bagian distal pembuluh darah yang mensuplai mukosa nasal dapat meminimalisir
perkembangan kolateral pembuluh darah. Kerugian prosedur ini adalah tidak dapat
diterapkan pada anak-anak, pasien dengan hipoplasia sinus maksila, atau pada
orang-orang dengan fraktur wajah, begitu juga dengan komplikasi sakit pada gigi
bagian maksila, gangguan pada ganglion sfenopalatina atau nervus Vidian,
kerusakan pada nervus infrsorbita, fistula oro-antral dan sinusitis.
Pendekatan intraoral pada arteri maksillaris menyediakan akses ke bagian
pertama dan kedua arteri antara ramus mandibula dan otot temporal. Bagian
posterior dari maksilla dicapai melalui insisi gingivobuccal posterior yang
bermula dari molar kedua. Blind diseksi dilakukan dengan jari dan lemak buccal
di diseksi atau retraksi. Setelah otot temporal diikat dan didiseksi, arteri
maksilaris internal terlihat pada dasar luka atau dibawa melalui ikatan saraf
kemudian diklem dan dibagi. Keuntungan prosedur ini adalah mudah dikerjakan
pada anak-anak, pasien dengan hipoplasia sinus maksillaris, dan fraktur komunikata
pada maksilla. Kerugiannya meliputi lokasi ligasi lebih proksimal dibandingkan
pendekatan transantral dengan kemungkinan kegagalan yang disebabkan sirkulasi
kollateral, sering menyebabkan trismus yang membutuhkan waktu 3 bulan masa
penyembuhan disebabkan manipulasi terhadap otot temporal dan dapat menimbulkan
kerusakan pada nervus infraorbita.
Ligasi arteri etmoid dilakukan melalui insisi yang dipertimbangkan pada
pasien yang mengalami perdarahan ulang setelah ligasi arteri maksillaris
interna, dimana terdapat juga epistaksis kavum nasal superior atau pada
sambungan ligasi arteri maksilaris interna ketika lokasi perdarahan telah
ditemukan. Akses bedah dari standar insisi Lynch turun ke garis sutura
fronto-etmoid pada bagian superior dari tulang lakrimal dan pada bagian
posterior terletak arteri etmoid anterior pada jarak sekitar 14-18 mm. Jika
arteri etmoid posterior harus diligasi, arteri ini terletak 10 mm posterior terhadap
arteri etmoid anterior. Area ini harus ditangani dengan hati-hati karena nervus
optikus hanya berjarak 5 mm di belakang arteri etmoid posterior. Sekali
teridentifikasi, arteri di ligasi dan dipotong.
Ligasi arteri carotis eksterna dilakukan melalui insisi yang dibuat di
sepanjang garis anterior otot sternokleidomastoideus. Setelah dikenali 2 cabang
arteri karotis eksterna untuk mencegah terligasinya arteri karotis internal,
arteri karotis eksternal diligasi. Arteri diligasi dengan penuh kehati-hatian
untuk mencegah perlukaan nervus vagus, nervus laringeal superior, nervus
hipoglossus, rantai nervus simpatis, atau cabang mandibular nervus facial.
Teknik ini sangat mudah dan anatomi daerah ini cukup familiar. Kerugian
prosedur ini karena kurang efektif dibandingkan ligasi lainnya yang disebabkan
lebih banyaknya aliran darah kollateral.
Angiografi selektif dapat digunakan
sebagai alat diagnostik dan terapi untuk mengontrol epistaksis. Embolisasi
lebih efektif pada pasien dengan epistaksis yang berulang setelah ligasi
arteri, daerah perdarahn sulit untuk dicapai dengan bedah, atau epistaksis yang
disebabkan gangguan perdarahan sistemik. Setelah anatominya dikenali, lokasi
perdarahan di embolisasi dengan polyvinyl alcohol, partikel gel-foam, atau
kawat gulung. Prosedur ini dapat menyumbat pembuluh darah dekat dengan daerah
perdarahan sehingga dapat meminimalisasi kolateral. Prosedur in efektif hanya
ketika rata-rata perdarahan >0,5 ml/menit. Angka keberhasilan sekitar 90%
dengan angka komplikasi sekitar 0,1 %. Kerugiannya adalah arteri karotis
eksterna atau cabangnya dapat tersumbat dan menimbulkan komplikasi yang berat
seperti hemiplegi, paralisis nervus fasialis, dan nekrosis kulit.
Septodermoplasty
sering digunakan pada pasien dengan HHT, setelah teleangiektasis pada mukosa
nasal anterior diangkat dari setengah antreior septum, dasar hidung, dan
dinding lateral, kemudian diletakkan skin graft. Flap kulit, myokutaneus atau
mikrovaskuer dapat digunakan sebagai pengganti skin graft. Telah didapatkan
hasil eksperimen yang baik dari penggunaan autograft yang berasal dari
epitelial turunan mukosa buccal pasien. Pasien dapat mengalami epistaksis
berulang yang disebabkan pertumbuhan teleangiektasis ke dalam graft atau flap,
namun keparahan dan frekuensi perdarahan berkurang secara signifikan. Laser
Neodymium-yttrium-garnet (Nd-YAG) atau laser argon telah digunakan untuk
fotokoagulasi lesi epistaksis, terutama pada pasien dengan HHT. Penatalaksanaan
kembali biasanya dibutuhkannamun tingkat keparahan dan frekuensi perdarahan umumnya
meningkat.
Referat Lengkap
Bagian 4 Bagian 5
Bagian 6
No comments:
Post a Comment