Showing posts with label Hematologi. Show all posts
Showing posts with label Hematologi. Show all posts

Sunday, February 8, 2015

Referat Anemia Hemolitik Autoimun (Bagian 8)

DAFTAR PUSTAKA
1.      Zanella Alberto dan Wilma Barcellini. 2014. Treatment of Autoimmune Hemolytic Anemias. Hematologica. 99(10): 1547-1554.
2.      Sarper Nazan, Suar Caki Kilic, Emine Zengin, Sema Aylan Gelen.2011. Management of autoimmune hemolytic anemia in children and adolescents : A single center experience. Turk J Hematol 28:198-205.
3.      Yunanda, Yuki. Thalasemia.[Cited on January 2012]. Available from http://repository.usu.ac.id
4.      Wibowo, Satrio. Tesis: Perbandingan Kadar Bilirubin Neonatus dengan dan tanpa Defisiensi Glukosa-6-Phosphatase Dehydrogenase. [Cited on January 2012].
5.      Lanzkowskys, Philip. 2005. Manual of Pediatric Hematology and Oncology, Elsevier Science; California
6.      Robert J. Arceci, Ian M. Hann, Owen. 2006. Pediatric hematology 3rd ed. Blackwell; Australia
7.      Lange, Appleton. 2007.Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Eighteenth Edition The McGraw-Hill Companies; United States of America
8.      I. Kliegman, Behrman, Jenson. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed, Elsevier Science; Philadelphia
9.      Rudolph, Colin D.; Rudolph, Abraham M, dkk. 2003. Rudolph's Pediatrics, 21st Edition McGraw-Hill
10.  Made IB., 2006. Hematologi Klinik Dasar. Jakrta: Buku kedoketran EGC.
11.  Permono, Bambang, dkk. 2006. Cetakan kedua. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. BAB 2 Anemia, Sub bab Anemia Hemolitik. Hal 52-54. Jakarta : badan penerbit IDAI
12.  Packman, Charles, et al. 2005. Immune Hemolytic Anemia-Selected Topics. University of Chicago. American Society of Hematology.
13.  Marc, M. 2014. Warm Autoimmune hemolytic anemia: Advances in pathophysiology and treatment. Elsevier Masson SAS.
14.  IDAI. 2006. Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan kedua. Dalam: Anemia Hemolitik, halm 51-57. Badan Penerbit IDAI. 2006
15.  Sari,TT dan Ismi CI. 2009. Sferositosis Herediter: Laporan Kasus. Sari Pediatri, Vol.11 No.4, hal: 298-304
16.  Oehadian, Amaylia. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. Continuing Medical Education 39 (6): 407- 412.
17.  Zeerleder. 2011. Autoimmune haemolytic anemia ( a practical guide to cope with a diagnostic and therapeutic challenge). Netherlands the journal of medicine.
18.  Noel R. Rose, Ian R. Mackay. The Autoimmune Diseases Third Edition in 1998
19.  Sills,RH. 2003. Practical Algorithms in Pediatric Hematology and Oncology. Switzerland: S.Karger AG.
20.  Hoffman,PC. 2009. Immune Hemolytic Anemia-Selected Topics. University of Chicago. American Society of Hematology
21.  Maggs, Stevens, Dodd, Lamont, Tittensor, King. 2004. Guidelines for the diagnosis and management of hereditary spherocytosis. British Journal of Hematology, 126, 455-474. London: Blackwell Publishing Ltd.
22.  Segel,George B. 2007. Nelson textbook of pediatrics  Chapter 456 – Hemolytic Anemias Resulting from Extracellular Factors. Hal 43-44
23.  Dave, Krishna, Diwan. 2012. Evan’s Syndrome Revisited. Journal Association of Physician India, Vol.60: 60-61
24.  N.Marcus, D.Attias dan H.Tamary.2014. Autoimmune hemolytic anemia: current understanding of pathophysiology
25.  Ware, Russel E., Donald H. Mahony and Stephen A. Landlaw. 2012. Autoimmune Hemolytic Anemia in Children.


Saturday, February 7, 2015

Referat Anemia Hemolitik Autoimun (Bagian 7)

2.9  Komplikasi
2.9.1        Tromboemboli
Menurut Allgood dkk, pada pasien AIHA penyebab kematian yang paling sering adalah emboli paru (4 dari 47 pasien). Semua pasien ini mendapatkan terapi kortikosteroid dan splenektomi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pullarkat dkk, 8 dari 30 pasien (27%) mengalami episode tromboemboli vena. Faktor  yang berperan dalam trombosis pada AIHA adalah cytokine-induced expression of monocyte atau faktor endothelial tissue. Hoffman (2009) berpendapat bahwa antikoagulan lupus yang terdeteksi pada pasien AIHA beresiko tinggi untuk terjadinya tromboemboli vena dan pasien sebaiknya diberikan antikoagulan untuk profilaksis. Penelitian yang dilakukan Kokori dkk pada pasien AIHA dengan sistemik lupus erythematosus ditemukan resiko trombosis meningkat lebih dari 4 kali lipat.23
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hendrick, disimpulkan bahwa pasien AIHA memiliki risiko tromboemboli yang cukup tinggi. Hendrick meneliti pada 23 pasien dengan AIHA tipe hangat, didapatkan 6 pasien mengalami tromboemboli vena, dan 5 diantaranya cukup fatal.23

2.9.2        Kelainan limfoproliferatif
Pasien dengan kelainan limfoproliferatif dapat berkembang menjadi AIHA. Begitu juga sebaliknya, pada pasien AIHA terjadi peningkatan resiko kelainan limfoproliferatif. Sallah dkk melaporkan 18% pasien AIHA berkembang menjadi kelainan limfoproliferatif maligna. Faktor resiko perkembangan AIHA menjadi keganasan limfoproliferatif adalah usia, adanya penyebab penyakit autoimun, dan serum gammophaty. Perkembangan menjadi keganasan lymphoid membutuhkan proses yang bertahap, pada fase awal proliferasi termasuk stimulasi antigen kronik hingga terjadinya mutasi yang menyebabkan perubahan menjadi keganasan. Dari analisis terakhir ditemukan peningkatan sel T lymphoma dan zona marginal lymphoma, serta ditemukan juga peningkatan sel B lymphoma non Hodgkin 2-3 kali lipat, khususnya tipe diffuse large cell lymphoma.23

2.10 Prognosis
            Prognosis anemia hemolitik autoimun pada anak-anak biasanya baik kecuali yang diikuti penyakit penyerta (misalnya, imunodefisiensi kongenital, acquired immunodeficiency syndrome [AIDS], lupus erythematosus). Secara umum anak-anak dengan anemia hemolitik autoimun tipe hangat berisiko tinggi untuk menderita penyakit yang lebih parah dan kronis dengan  mortalitas yang lebih tinggi. Pada pasien anemia hemolitik autoimun tipe dingin lebih sering bersifat akut, self-limited (<3 bulan). Anemia hemolitik autoimun tipe dingin hampir selalu berhubungan dengan infeksi (misalnya, infeksi Mycoplasma, CMV, dan EBV). Prognosis baik pada anemia hemolitik autoimun akibat obat yaitu dengan penghentian obat penyebab yang mengakibatkan resolusi dari proses hemolitik yang terjadi.10

Referat lengkap 


Friday, February 6, 2015

Referat Anemia Hemolitik Autoimun (Bagian 6)

2.8 Tatalaksana
Autoimmune Hemolytic Anemia dibagi dua golongan yaitu AIHA yang  diperantarai oleh antibodi IgG disebut sebagai AIHA tipe hangat yang berikatan pada temperatur 37oC sedangkan AIHA tipe dingin di perantarai oleh antibodi IgM yang berikatan maksimal pada temperatur dibawah 320C. AIHA jenis lain yang diketahui adalah Paroxysmal Cold Hemoglobinuria dan campuran tipe panas dan tipe dingin.11 Alur pengobatan terhadap AIHA berbeda tergantung pada tipe AIHA nya. Secara umum tujuan pengobatan pada AIHA adalah untuk mengembalikan hematologis normal, mengurangi proses hemolitik, dan menghilangkan gejala dengan efek samping minimal.22 Transfusi darah biasanya hanya digunakan untuk kepentingan sementara tapi mungkin diperlukan diawal sebagai upaya untuk mengatasi anemia berat sampai terlihat efek dari pengobatan yang lain. 21 Pasien biasanya ditransfusi dengan menggunakan packed red cell jika Hb < 7 g/dL.2
2.8.1        Pengobatan pada AIHA tipe panas
Kortikosteroid dosis tinggi merupakan obat pilihan utama untuk AIHA tipe panas. Steroid bekerja dengan memblok fungsi makrofag dan menurunkan sintesis antibodi.11 Prednison diberikan secara oral 2-4mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis selama 2-4 minggu kemudian dilakukan tappering off dalam 2-6 minggu berikutnya. Jika respon pengobatan tidak baik, dosis prednison ditingkatkan menjadi 30 mg/kgBB/hari secara intravena selama 3 hari.2 Pada beberapa pasien dengan hemolisis yang berat maka dosis prednison dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB/hari dengan tujuan untuk mengurangi tingkat hemolisisnya . Pengobatan tetap dilanjutkan sampai didapatkan penurunan hemolisis, kemudian dosis obat diturunkan secara bertahap. Jika relaps terjadi, maka diberikan dosis awal kembali.21 Pasien dikatakan respon terhadap pengobatan dengan steroid akan memperlihatkan peningkatan Hemoglobin atau Hemoglobin yang stabil serta penurunan kadar retikulosit setelah dua minggu pengobatan.2
Anemia hemolitik yang tetap berat meskipun telah diobati dengan kortikosteroid atau anemia hemolitik yang memerlukan dosis obat yang tinggi untuk mencapai hemoglobin yang normal, maka  dapat dipertimbangkan pemberian immunoglobulin intravena dan danazol.2 Obat immunosuppresif termasuk pengobatan baru seperti rituximab dengan dosis 375mg/m2 dapat diberikan sebagai pengobatan lini kedua pada pasien yang tidak memberi respon terhadap pengobatan dengan steroid, pasien dengan steroid-dependent, pasien relaps, ataupun pasien AIHA kronik.2,22
Pasien yang tidak responsif terhadap pemberian kortikosteroid dianjurkan untuk dilakukan splenektomi.22 Splenektomi juga dapat dilakukan pada pasien AIHA kronik. AIHA dikatakan kronik jika gejala dan hasil laboratorium yang abnormal tetap ditemukan selama > 6 bulan, akan tetapi splenektomi dapat menyebabkan peningkatan risiko infeksi (sepsis), terutama pada anak yang berumur < 2 tahun.2 Persiapan yang dilakukan sebelum splenektomi adalah pemberian profilaksis dianjurkan dengan vaksin yang sesuai ( pneumococcal, meningococcal, dan Haemophilus influenza type b) dan pemberian penisilin secara oral setelah splenektomi dilakukan.21
2.8.2        AIHA tipe dingin
AIHA tipe dingin lebih jarang ditemukan pada anak-anak dibanding dewasa. Penggunaan kortikosteroid pada AIHA tipe dingin kurang efektif dibandingkan pada AIHA tipe panas. Penderita dianjurkan untuk menghindari paparan terhadap udara dingin yang dapat memicu terjadinya hemolisis dan jika penyebab mendasari dapat diidentifikai, maka penyebab tersebut harus diatasi. Pada beberapa pasien dengan hemolisis berat, pengobatan termasuk immunosupresan dan plasmaferesis. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan keberhasilan pengobatan AIHA tipe dingin dengan menggunakan monoclonal antibody yaitu rituximab dengan dosis 375mg/m2. Splenektomi tidak banyak membantu pada AIHA tipe ini.21

Referat lengkap 
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8

Related Post

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...