Demensia Vaskuler
Amelia, R
2.1 Definisi
Menurut International
Classification of Disease 10, demensia adalah keadaan perubahan fungsi
intelektual meliputi memori dan proses berfikir sehingga mengganggu aktivitas
sehari-hari. Pada demensia memori yang terganggu meliputi memori registrasi,
penyimpanan, dan pengambilan kembali informasi. Sedangkan demensia vaskuler adalah
suatu sindrom penurunan kemampuan intelektual yang progresif yang menyebabkan
deteriorasi kognitif dan fungsional yang disebabkan oleh gangguan serebrovaskuler. Salah satu contoh demensia
vaskuler ini adalah demensia pasca stroke.1
Demensia dapat terjadi karena berbagai proses di dalam
otak, seperti gangguan serebrovaskuler, infeksi susunan saraf pusat (SSP),
defisiensi vitamin, gangguan metabolik, maupun proses penuaan yang abnormal.2
Pada demensia vaskuler terjadi penurunan kognitif dan
kemunduran fungsional yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskuler, biasanya
stroke hemoragik dan iskemik, juga disebabkan oleh penyakit pada substansia
alba, iskemik atau sekuele dari hipotensi atau hipoksia.3
2.2 Epidemiologi
Dari berbagai penelitian, kasus demensia alzheimer
merupakan kasus terbanyak dari sekitar 50 – 70 %, sedangkan untuk demensia
vaskuler menempati urutan kedua yaitu 15 – 20 %, dan sisanya 15-35% disebabkan
demensia lainnya.4
Berdasarkan penelitian dari tatemichi di Jepang,
prevalensi demensia pasca stroke yaitu sekitar 26,3%. Di Indonesia sendiri
belum ada angka prevalensi untuk demensia pasca stroke ini, tetapi berdasarkan
penelitian Lamsudin di Yogyakarta, didapatkan prevalensi demensia pasca stroke
didapatkan sekitar 23,3%.1
Di Indonesia jumlah penduduk usia tua (>60 tahun)
diperkirakan sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta
jiwa. Dari jumlah tersebut 15% diantaranya mengalami demensia. Individu yang
berusia tua makin tinggi risiko terjadinya gangguan perilaku seperti demensia.4,6,9
Defisit dari kognitif dapat terjadi
setelah serangan stroke. Rata-rata defisit kognitif terjadi seperempat sampai
sepertiga kasus stroke. Insiden demensia pasca stroke yaitu 23,5% sampai 61 %.7
2.3 Etiologi dan faktor risiko
Jenis demensia yang paling sering ditemukan
berdasarkan urutan tersering adalah sebagai berikut :3
a. Demensia alzheimer
b. Demensia vaskuler
c. Demensia campuran
(alzheimer-vaskuler)
d. Demensia Lewy Body
e. Penyakit Pick
f.
Demensia frontotemporal
g. Hidrosefalus tekanan normal
h. Demensia alkoholik
i.
Demensia infeksiosa (misalnya pada HIV dan sifilis)
j.
Demensia Parkinson
Beberapa
faktor risiko yang menyebabkan demensia
vaskuler adalah sebagai berikut:2
a. Hipertensi
b. Stroke
c. Usia lanjut
d. Diabetes mellitus
e. Penyakit jantung
f.
Merokok
g. Obesitas
h. Alkoholisme
2.4 Klasifikasi
Menurut PERDOSSI pada tahun 2007,
klasifikasi demensia adalah sebagai berikut:2
a. Reversibel/ potensial reversibel
Ø Demensia vaskuler
Ø Demensia akibat hidrosefalus
Ø Demensia akibat kelainan psikiatri
Ø Demensia akibat penyakit umum berat
Ø Demensia akibat intoksikasi
Ø Demensia akibat defisiensi vitamin
B 12
Ø Demensia akibat gangguan/penyakit
metabolik, misalnya hipertiroid atau hipotiroid
b. Irreversibel
Ø Demensia alzheimer
Ø Demensia akibat infeksi (HIV)
Ø Demensia akibat trauma kapitis
Ø Demensia akibat penyakit Parkinson
Ø Demensia akibat penyakit Huntington
Ø Demensia akibat penyakit Pick
Ø Demensia akibat penyakit Creutzfeld
Jacob
2.5
Patogenesis
a. Infark multipel
Infark multipel dan bilateral dapat mengakibatkan terjadinya demensia
multi infark. Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan
gejala fokal seperti hemiparesis atau hemiplegi, afasia,dan hemianopsia. Dari gambaran computed tomography imaging (CT scan)
didapatkan gambaran hipodensitas bilateral yang disertai atrofi kortikal dan
kadang-kadang dengan dilatasi ventrikel.5
b. Infark lakunar
Diameter infark lakunar adalah 2 – 15 mm yang disebabkan oleh small penetrating arteries di
enchepalon, batang otak, dan sub
kortikal akibat hipertensi. Jika jumlah lakunar bertambah maka akan muncul
sindrom demensia. Pada CT scan akan tampak gambaran hipodensitas multipel
dengan ukuran kecil.5
c. Infark tunggal di daerah strategis
Infark tunggal di daerah strategis merupakan akibat lesi iskemik pada
daerah kortikal atau sub kortikal. Jika infark pada girus angularis maka akan
menimbulkan gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori,
disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Jika infark di daerah distribusi
arteri serebri posterior maka akan menimbulkan gejala amnesia diserta agitasi,
halusinasi visual, gangguan visual dan kebingungan. Infark di daerah distribusi
arteri serebri anterior menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku yang
disebabkan gangguan persepsi spasial. Dan jika infark di daerah distribusi
arteri paramedian thalamus menghasilkan thalamic
dementia.5
d. Sindrom Binswanger
Gambaran klinis pada sindrom Binswanger menunjukan demensia progresif
dengan riwayat stroke, hipertensi, dan kadang-kadang diabetes melitus. Sering
disertai dengan gejala pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan
berjalan dan inkontinesia.5
e. Angiopati Amiloid Serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia arteriola
serebral.5
f.
Hipoperfusi
Pada hipoperfusi menyebabkan lesi vaskular di otak yang multipel terutama
di daerah white matter.5
g. Perdarahan
Demensia terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma subdural kronik,
gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma serebral.5
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Demensia
vaskuler merupakan akibat lanjut dari penyakit serebrovaskuler, sehingga perlu
anamnesis yang lengkap mengenai riwayat penyakit serebrovaskuler sebelumnya dan
faktor-faktor risiko yang mempengaruhi penyakit pasien tersebut.2
Anamnesis
sebaiknya dilakukan terhadap penderita dan orang-orang yang berada di sekitar
kehidupan penderita itu sendiri. Perlu ditanyakan adanya riwayat penurunan
fungsi kognitif dibandingkan dengan sebelum awitan (mendadak/progresifitas
lambat) serta perubahan perilaku dan kepribadian.2
Riwayat gangguan kognitif adalah hal
terpenting dalam menegakkan diagnosis demensia. Riwayat gangguan memori sesaat,
jangka pendek, dan jangka panjang, gangguan orientasi waktu, ruang dan tempat,
gangguan berbahasa/komunikasi (meliputi kelancaran, menyebut nama benda, dan
gangguan komprehensi), gangguan fungsi eksekutif (pengorganisasian,
perencanaan, dan pelaksanaan suatu aktivitas) gangguan praksis dan
visuospasial.2
2.6.2 Pemeriksaan Neuropsikologi
Pemeriksaan neuropsikososial
meliputi evaluasi dari memori,
orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis, visuospasial, dan visuoperseptual.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk penapisan dalam mengetahui adanya disfungsi
kognisi, menilai efektivitas pengobatan, dan mengetahui progresifitas penyakit
dapat dilakukan dengan menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) dan
Clock Drawing Test (CDT). Nilai normal untuk MMSE adalah 24-30.
Gejala awal demensia apabila didapatkan nilainya kurang dari 27 terutama pada
berpendidikan tinggi. Selain itu dinilai juga Activity of Daily Living (ADL)
untuk memeriksaan aktivitas harian pasien.2
2.6.3 Kriteria Diagnosis
Kriteria
diagnosis yang digunakan dalam menegakan diagnosis demensia, yaitu :10
a. Diagnosis and statistical manual of mental disorder edisi 4 (DSM-IV).
b. Pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa (PPGDJ III).
c. International calssification of diseases (ICD-10).
d. The state of California Alzheimer’s Disease Diagnostic and
Treatment Center
(ADDTC).
e. National institute of neurological disorders and stroke and
the association internationale pour la Recherche E t l’ enseignement en
Neurosciences
(NINDS-AIREN).
Menurut
DSM-IV diagnosis untuk demensia vaskuler adalah:10
a. Adanya defisit kognitif multipel
yang dicirikan oleh gangguan memori dan satu atau lebih dari gangguan kognitif
berikut :
·
Afasia (gangguan bahasa).
·
Apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas
motorik, sementara fungsi mototik normal).
·
Agnosia (tidak dapat mengenal atau mengidentifikasi suatu
benda walaupun fungsi sensoriknya normal).
·
Gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang,
mengorganisasikan, daya abstrak, dan membuat urutan).
b. Defisit kognitif pada kriteria (a)
yang menyebabkan gangguan fungsi sosial dan okupasional yang jelas.
c. Tanda dan gejala neurologik fokal
(refleks fisiologik meningkat, refleks patologis positif, paralisis
pseudobulbar, gangguan langkah, kelumpuhan anggota gerak) atau bukti
laboratorium dan radiologik yang membuktikan adanya gangguan peredaran darah
otak
d. Defisit yang ada tidak terjadi selama berlangsungnya
delirium.
Untuk membedakan demensia vaskuler dengan demensia
alzheimer digunakan skor iskemik Hachinski dan skor demensia Loeb dan Gondolfo.10
Tabel 1. Skor iskemik Hachinski
Skor iskemik
Hachinski
|
Skor
|
Mula mendadak
|
2
|
Progresinya
bertahap
|
1
|
Perjalanan
berfluktuasi
|
2
|
Malam hari
bengong atau kacau
|
1
|
Kepribadian
terpelihara
|
1
|
Depresi
|
1
|
Keluhan somatic
|
1
|
Inkontinensia
emosional
|
1
|
Riwayat
hipertensi
|
1
|
Riwayat stroke
|
2
|
Ada bukti
aterosklerosis
|
1
|
Keluhan
neurologi fokal
|
2
|
Tanda
neurologi fokal
|
2
|
Jika skor yang didapatkan lebih dari 7 maka didiagnosis
dengan demensia vaskuler. Sedangkan jika skor kurang dari 4, maka termasuk
dalam demensia Alzheimer.10
Tabel 2.Skor
demensia Loeb dan Gondolfo
Skor demensia oleh Loeb dan Gondolfo
|
Skor
|
Mulanya mendadak
|
2
|
Mulanya riwayat stroke
|
1
|
Gejala fokal neurologi
|
2
|
Keluhan fokal
|
2
|
CT scan terdapat :
- daerah hipodens tunggal
- daerah hipodens multiple
|
2
3
|
Jika didapatkan skor 0 – 2 maka
termasuk demensia Alzheimer, dan jika skor 5 – 10 maka termasuk pada demensia
vaskuler.10
2.6
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang
dianjurkan oleh American Academy of
Neurology, adalah:2
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Pemeriksaan elektrolit
c. Pemeriksaan fungsi ginjal dan
fungsi hati
d. Pemeriksaan kadar hormon tiroid
e. Pemeriksaan kadar vitamin B12
b. Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan computerized tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) untuk melihat kelainan struktural
pada otak yang menyebabkan terjadinya demensia vaskuler.2
Pada pemeriksaan
MRI kita dapat melihat kelainan struktur pada hipokampus. Selain itu MR
spectoscopy dan MRI fungsional berguna
untuk membedakan demensia Alzheimer dan demensia vaskuler pada stadium awal.2
c.
Pemeriksaan genetika
Pemeriksaan genetika bertujuan
untuk mencari penanda APO-E, protein tau, dan lain-lain. Tetapi pemeriksaan ini
belum rutin untuk dilakukan.2
2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan demensia harus
meliputi pendekatan farmakologis dan farmakologis. Prinsip penatalaksanaan ini
adalah:
a. Mempertahankan kualitas hidup
dengan memanfaatkan kemampuan yang ada secara optimal
b. Menghambat progresifitas penyakit
c. Mengobati gangguan lain yang
menyertai demensia.
d. Membantu keluarga untuk menghadapi
keadaan penyakitnya secara realistis dan memberikan informasi yang benar
mengenai penyakitnya.
Penatalaksanaan farmakologis pada demensia reversible
adalah dengan melakukan pengobatan kausal penyakitnya, misalnya pada
hipertiroid atau hipotiroid, defisiensi vitamin B12, intoksikasi, gangguan
nutrisi, infeksi dan ensefalopati metabolik. Untuk demensia vaskuler
progresifitas penyakit dihentikan dengan cara mengobati faktor risiko dan
pengobatan simtomatis untuk subsitusi defisit neurotransmiter.2
Pengobatan dengan disease modifying agent:
a. Golongan obat anti inflamasi non
steroid
Pada proses pembentukan senile
plaque dan neurofibrillary tangle
dapat diidentifikasi adanya elements of
cell-mediated immune response. Sehingga pemakaian OAINS diharapkan dapat
mengurangi proses tersebut.2
b. Anti oksidan
Fungsi anti oksidan adalah untuk menghambat oksidasi
radikal bebas yang belebihan sehingga merusak sel neuron. Anti oksidan dapat
ditemukan di sayur-sayuran, buah-buahan, vitamin A, C dan E.2
c. Neurotropik
Golongan obat ini adalah derivat neurotransmiter GABA yang
mempunyai efek fasilitasi neurotransmiter kolinergik dengan stimulasi sintesis
dan pelepasan asetilkolin.2
d. Obat yang bekerja pada beta
amiloid, protein tau, dan presenilin.2
e. Pada demensia vaskular pemberian
aspirin perlu dipertimbangkan lebih lanjut mengingat risiko perdarahan yang
dapat terjadi.8
DAFTAR PUSTAKA
- Diunduh dari Http://Eprints.Undip.Ac.Id/28991/1/Andy Tampubolon_ Tesis.Pdf Tanggal 18 September 2014 Pukul 07.13 WIB.
- PERDOSSI. Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Demensia (Pada Pusat Pelayanan Kesehatan Primer). 2007.
- Nastiti,NA. Dementia Vaskuler. Laboratorium Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2012.
- Hartati,Sri.Widayanti,CG. Clock Drawing: Asesmen Untuk Demensia (Studi Deskriptif Pada Orang Lanjut Usia Di Kota Semarang). Jurnal Psikologi Undip, 2010; 7(1).
- Indiyarti,R. Diagnosis Dan Pengobatan Terkini Demensia Vaskular. Jurnal Kedokteran Trisakti. 2004.
- Khairiah,S. Margono, HM. Aspek Neurobiologi Gejala Perilaku & Psikologis Pada Demensia (Behavioral And Psychological Symptoms Of Dementia / Bpsd). Diunduh dari Http://Journal.Unair.Ac.Id/Filerpdf/Neurobiology%20Aspect%20of%20BPDS_Khairiah.Pdf Tanggal 18 September 2014 Pukul 07.53 WIB
- Pujarini,L. Dislipidemia Pada Penderita Stroke Dengan Demensia Di RS Dr. Sardjito Jogjakarta. Biomedika, 2009; 1(2).
- Aspirin Meningkatkan Risiko Perdarahan Intraserebral Pada Pasien Alzheimer. CDK April 2011; 38(3); 184.
- Meguro,K. 2012. Behavioral Neurology In Language And Aphasia: From Basic Studies To Clinical Applications. The Indonesian Journal Of Internal Medicine, Vol.44 No.4, Pg: 327-334
- Hasyim,AA. Demensia Vaskuler. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Universitas Hasan. 2011.
No comments:
Post a Comment