4. Klasifikasi
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
·
Infeksi ringan
bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri
menelan.
·
Infeksi sedang
bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga
mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
·
Infeksi berat
bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi
seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak)
dan nefritis (radang ginjal).
Gambaran klinik tergantung pada
lokasi anatomi yang dikenai. Beberapa
tipe difteri berdasarkan lokasi anatomi adalah:
·
Nasal
diphtheria
Gejala permulaan dari nasal diphtheria sukar
dibedakan dari commoncold. Tanda
karakteristik adalah dijumpai pengeluaran sekresi hidung tanpa diikuti gejala
lain. Demam bila ada biasanya rendah.
Pengeluaran sekresi hidung ini mula-mula
serous, kemudian serosanguinous, pada beberapa kasus terjadi epistaksis.
Pengeluaran sekresi ini bisa hanya berasal dari salah satu lubang hidung
ataupun dari keduanya .Lama kelamaan sekresi hidung ini bisa menjadi
mucopurulent dan dijumpai exkoriasi pada lobang hidung sebelah luar dan bibir
bagian atas, terlihat seperti impetigo.
Pengeluaran sekresi kadang
mengaburkan tentang adanya membrane yang putih pada sekat hidung. Karena
absorpsi toxin yang jelek pada tempat lokasi, menyebabkan gejala hanya ringan
tanpa adanya gejala yang menonjol. Pada penderita yang tidak diobati,
pengeluaran sekresi akan berlangsung untuk beberapa hari sampai beberapa
minggu, dan ini merupakan sumber penularan. Infeksi dapat diatasi secara cepat
dengan pemberian antibiotika.
·
Tonsillar
[faucial] diphtheria dan Pharyngeal diphtheria
Penyakit timbul secara perlahan dengan tanda-tanda, malas,
anorexia, sakit tenggorokan, dan panas yang rendah. Dalam waktu 24 jam bercak
eksudat atau membrane dijumpai pada daerah tonsil. Berikutnya terjadi perluasan
membran, yang bervariasi dari hanya melibatkan sebagian dari tonsil sampai
menjalar ke kedua tonsil, uvula, palatum molle dan dinding dari faring. Membran
ini rapuh, lengket dan berwarna putih atau abu-abu, dan bila dijumpai
perdarahan bisa berwarna hitam. Pengangkatan dari membrane akan mudah
menimbulkan perdarahan.
Terlibatnya tonsil dan faring ditandai dengan pembesaran kelenjar,
cervical adenitis dan periadenitis. Pada kasus yang berat, pembengkakan jelas
terlihat dan disebut dengan"bullneck".
Berat ringannya penyakit tergantung pada berat tidaknya toxemia.
Pada keadaan ini temperature bisa normal atau sedikit meninggi.
Pada
kasus yang ringan, membrane akan lepas pada hari ke-7 sampai hari ke-10, dan
penderita sembuh tanpa adanya gejala yang berarti, sedang pada kasus yang
sangat berat, ditandai dengan gejala yang diakibatkan peningkatan toxemia,
yaitu; kelemahan yang amat sangat, pucat sangat menonjol, nadi halus dan
cepat,stupor, koma dan meninggal dalam 6-10 hari. Pada keadaan penyakit yang
sedang, penyembuhan terjadi secara perlahan dan biasanya sering diikuti dengan
komplikasi miokarditis dan neuritis.
·
Laryngeal atau
laryngotracheal diphtheria
Laryngeal diphtheria lebih sering merupakan lanjutan dari
pharyngeal diphtheria, jarang sekali dijumpai berdiri sendiri. Penyakit
ditandai dengan adanya demam, suara serak dan batuk. Peningkatan penyumbatan
jalan nafas oleh membrane menimbulkan gejala; inspiratory stridor, retraksi
suprasternal, supra clavicular dan subcostal.
Pada keadaan yang berat laryngeal diphtheria belanjut sampai ke
percabangan tracheobronchial. Pada keadaan yang ringan, yang biasanya
diakibatkan oleh pemberian antitoxin, saluran nafas tetap baik, dan membrane
dikeluarkan dengan batuk pada hari ke- 6-10.
Pada kasus yang sangat berat, dijumpai penyumbatan yang semakin
berat, diikuti dengan adanya anoxia dan penderita terlihat sakit parah, sianosis, kelemahan yang sangat, koma dan
berakhir dengan kematian. Kematian yang mendadak bisa dijumpai pada kasus yang
ringan yang disebabkan oleh karena penyumbatan yang tiba-tiba oleh bagian
membrane yang lepas.
Gambaran klinik dari laryngeal
diphtheria, serupa dengan gambaran mekanikal obstruksi dari saluran nafas, yang
biasanya disebabkan oleh membran, dan dijumpai kongesti, edem, sedang tanda
toxemia adalah minimal pada saat pemulaan terinfeksinya laring,hal ini
disebabkan karena absorpsi dari toxin sangat kecil sekali di daerah laring.
Terlibatnya laring biasanya bersamaan dengan tonsil dan pharyngeal diphtheria,
dengan kosekwensi gejala klinik adalah gambaran obstruksi dan toxemia yang
berat,yang dijumpai secara serentak.
·
Nonrespiratory diphtheria
Infeksi difteri sekali-sekali bisa mengenai tempat lain diluar tempat
yang lazim [saluran pernafasan] yaitu pada kulit,conjunctiva, auricular dan
vulvovaginal.
Pada cutaneous diphtheria, kelainan yang
terjadi adalah khas, berbentuk ulkus, dengan batas yang tegas, dan pada dasar
ulkus dijumpai adanya membran. Pada
conjunctival diphtheria, yangmula-mula terlibat adalah kelopak mata, dimana
kelopak mata menjadi merah, cedem dan dijumpai membran. Terlibatnya liang telinga luar biasanya
ditandai dengan keluarnya cairan yang purulent yang terus menerus. Sedang lesi
vulvovaginal biasanya berbentuk ulkus yang mengelompok.